BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam pemilihan kepala daerah maupun
pemilihan umum secara umum, banyak terjadinya perbuatan politik uang (Money
Politics) yang ikut mewarnai acara pesta dan peta demokrasi yang
berlangsung di negara ini. Money Politics banyak membawa pengaruh akan
peta perpolitikan Nasional serta juga dalam proses yang terjadi dalam pesta
politik. Dalam norma standar demokrasi, dukungan politik yang diberikan oleh
satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada persamaan preferensi
politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Dan juga setiap warga
negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (satu orang, satu suara, satu
nilai). Namun, melalui Money Politics dukungan politik diberikan atas
pertimbangan uang dan sumber daya ekonomi lainnya yang diterima oleh aktor
politik tertentu.
1.2 Rumusan
Masalah
1) Pengertian
money politik?
2) Apa
dampak yang dapat diberikan oleh praktek money politic?
3) Bagaimana
cara memutus mata rantai money politic?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Money Politik
Money politic dalam Bahasa Indonesia
adalah suap, arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang
sogok. Suap dalam bahasa arab adalah rishwah atau rushwah,yang yang berasal
dari kata al-risywah yang artinya sebuah tali yang menyambungkan sesuatu ke
air.
Menurut pakar hukum Tata Negara
Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat
jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril
mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic
bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa,
yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri)
sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur.
Secara umum money politic biasa
diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan
imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan jual beli
suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan.
Seperti yang telah dikutip diatas
dan menurut pendapat para ahli bahwa
Money Politic adalah salah satu tindakan penyuapan berupa uang atau barang yang
ditukar dengan posisi atau jabatan yang bertujuan untuk memperoleh suara dari
para pemilih yaitu masyarakat yang mengikuti Pemilu , agar dapat terpilih dan
menduduki posisi jabatan yang diinginkan. Money politic dapat dilakukan oleh
Individu atau kelompok baik partai atau independent dengan memiliki berbagai
maksud dan tujuan, dilakukan dengan sadar dan terencana dengan baik.
2.2 Alasan Melakukan Politik Uang
Para elite politik yang mempunyai tujuan dan maksud
tertentu agar perolehan suaranya banyak dan dapat menempati posisi suatu
jabatan yang diinginkan akan melakukan
berbagai hal, dan berbagai cara tanpa memperhatikan baik buruknya suatu dampak
yang akan dirasakan, alas an mereka melakukan hal seperti itu terkadang hanya
tuntutan, karena telah masuk dalam sebuah partai politik tertentu, sehingga mau
tidak mau para individu atau kelompok ini melakukan hal seperti itu, tujuannya
banyak mungkin salah satunya adalah nama baik dan elektabilitas partainya
sendiri.
Masyarakat yang menjadi objeknya akan diberikan uang
atau barang sebagai sogokan agar masyarakat tersebut diharapkan dapat memilih
(vote) dalam pemilu, oleh karena itu praktek money politic masih menjadi
kegemaaran bagi para tokoh politik di negri ini, sebagai salah satu cara yang
cukup efektif dalam mendapatkan banyak suara dalam pemilu,
Masyarakat
yang sering tergoda hanya dengan uang yang rata-rata diberikan sekitar
Rp50.000- Rp100.000,- bahkan lebih, karena rata-rata para calon kandidat
tersebut ingin menarik simpati masyarakat agar masyarakat tersebut menjadi
simpatisannya dalam kampanye. Dalam musim kampanye banyak sekali masyarakat
yang menjadi simpatisan bayaran, bak Jamur di musim hujan, rata-rata masyarakat
menjadikannya sebagai mata pencaharian dadakan pada saat musim kampanye, mereka
hanya menerima uang atau barang sebagai balas jasa yang diberikan karena telah
menjadi pendukung partai politiknya tersebut, padahal pada kenyataannya
masyarakat kini menjadi lebih pintar, karena beberapa kali Pemilu
diselenggarakan ketika seseorang calon pejabat berkampanye dengan janji-janji
manisnya dan setelah itu terpilih, ternyata mereka semua tidak bisa membuktikan
perkataan mereka tersebut, oleh karena itu masyarakat kini lebih cerdik dengan
hanya menerima sogokan lalu mereka berpura-pura seolah mereka mendukungnya,
namun faktanya masyarakat tersebut tetap memilih calonnya sesuai dengan hati
nurani mereka masing-masing.
2.3 Dampak Yang ditimbulkan Akibat Poltik Uang
1. Korupsi,
ini merupakan dampak terbesar dari adanya praktek politik uang, karena ini
merupakan salah satu cara para pejabat yang terpilih untuk mengembalikan
biaya-biaya pada saat pemilu adalah dengan cara korupsi.Atau bisa kita katakan
korupsi dilakukan untuk mengembalikan modal yang telah di investasikan ketika
melakukan kampanye.
2. Merusak
tatanan Demokrasi
Dalam konsep demokrasi kita kenal istilah dari rakyat,
oleh rakyat,dan ntuk rakyat.Ini berarti rakyat berhak menentukan pilihannya
kepada calon yang di khendakinya tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Namun dengan adanya praktek pplitik uang maka semua
itu solah dalam teori belaka.Karena masyarakat terikat oleh sebuah parpol yang
memeberinya uang dan semisalnya. Karena sudah diberi uang masyarakat merasa
berhutang budi kepada parpol yang memberinya uang tersebut, dan satu-satunya
cara untuk membalas jasa tersebut adalah dengan memilih/mencoblos parpol
tersebut.Sehingga motto pemilu yang bebas, jujur, dan adil hanya sebuah
kata-kata yang terpampang di tepi-tepi jalan tanpa pernah di realisasikan.
3. Akan
makin tingginya biaya politik
Dengan adanya praktek politik uang ,
maka sebuah parpol di tuntuk untuk lebih memeras kantong, mengingat sudah
terbiasanya masyarakat dengan pemberian uang dan barang lainnya atau bias kita
katakan parpol yang lebih banyak mengeluarkan biaya akan keluar menjadi
pemenang. Oleh karena itu parpol-parpol tersebut akan berusaha memberikan uang
dan semisalnya kapada masyarakat melebihi parpol pesaingnya, agar masyarakat
memilihnya.
2.4 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Memberantas
Politik Uang
1.
Menanamkan niali-nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sejak dini. Denga
semakin kuatnya keimanan kita bahwa Tuhan akan membalas setiap amal perbuatan
yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang berbuat jahat akan
dibalas dengan azab atau siksa, maka akan semakin besar pula rasa takut kita
untuk berbuat tidak baik seperti menyuap, tidak jujur, dan sebagainya.
2. Hukuman
yang tegas bagi oknum-oknum yang menyuap dan koruptor.
Tidak di
pungkiri lagi bahwa hokum di Indonesia ini sangat lemah bagi mereka yang
berkedudukan dan sangat tegas bagi masyarakat lemah, berapa banyak sudah
koruptor yang hukumannya lebih ringan daripada pencuri ayam. Oleh karena itu
jika kita hendak memberantas korupsi di negeri ini maka cara yang sangat
efektif di antaranya adalah dengan memebrikan hukuman yang berat dan tegas
tanpa pandang bulu kepada para koruptor .agar merek yang sudah melakuakan
korupsi bias jera dan bagi mereka yang belum tidak berani melakukan korupsi.
3.
Transparansi
Ini
merupakan salah satu penopang terwujudnya pemerintahan yang bersih, menurut
para ahli akibat dari tidak adanya transparansi Indonesia telah terjamab kedalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan. Maka untuk keluar dari kubangan korupsi
transparansi mutlak harus dilakukan baik pemerintah pusat maupun di bawahnya.
4. Dukungan
dari semua pihak
Karena
praktek politik uang dan korupsi merupakan masalah yang sangat
besar,kara-akarnya telah menjalar keseluruh lapisan masyarakat, maka untuk
memberantasnya diprlukan kerjasama,usaha,dan dukungan dari semua pihak baik
pemerintah, penegak hokum, dan masyarakat. Jika salah satu dari komponen
tersebut tidak mendukung, maka pemerintahan yang bersih dari politik uang dan
korupsi akan sulit terwujud.
2.5 Money Poltik dalam Pemilu
Praktek dari
Money Politics dalam pemilu sangat beragam. Diantara bentuk-bentuk
kegiatan yang dianggap politik uang antara lain: a) distribusi sumbangan baik
berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau
kelompok tertentu, b) pemberian sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi
kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang ilegal,
c) penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau
mengundang simpati bagi partai poltik tertentu, misalnya penyalahgunaan dana
JPS atau penyalahgunaan kredit murah KUT dan lain-lain.
Dari sisi
waktunya, praktik Money Politics di negara ini dapat dikelompokkan
menjadi dua tahapan yakni pra pemungutan. Pada pra pemungutan suara mulai dari
seleksi administrasi, masa kampanye, masa tenang dan menjelang pemungutan.
Sasarannya adalah para pemilih, terutama mereka yang masih mudah untuk
dipengaruhi. Untuk tahap kedua adalah setelah pemungutan, yakni menjelang
Sidang Umum DPR atau pada masa sidang tersebut. Sasarannya adalah kalangan elit
politik. Di tangan mereka kedaulatan rakyat berada. Mereka memiliki wewenang
untuk mengambil keputusan-keputusan strategis.
Kalau kita mau
menganalisa dari kedua tahapan praktik tersebut, bahwa praktik politik uang
dengan sasaran the voters, pemilih atau rakyat secara umum akan sangat
sulit diukur keberhasilannya. Karena disamping medannya sangat luas juga
banyaknya jumlah pemilih. Apakah rakyat yang mencicipi uang benar-benar mau
mencontreng tanda gambar parpol yang telah memberikan uang atau mereka
’berkhiatan’. Karena dalam masyarakat telah berkembang pemahaman bahwa pemilu
bukan saja pesta demokrasi, tapi juga pesta bagi-bagi uang.
Adapun
keberhasilan praktik Money Politics pada tahapan yang kedua lebih
dapat diprediksi ketimbang pada tahap yang pertama. Sebab sasaran yang kedua
adalah elit politik yang akan mengambil keputusan penting bagi perjalanan
pemerintahan. Namun kalau pemilihan dilakukan dengan voting tertutup,
keberhasilan rekayasa tersebut semakin sulit, terutama jika pelaku Money
Politics tersebut dinyatakan kalah dalam pemilihan. Dengan demikian para
’pengkhianat’ sulit dilacak.
Demikian eratnya
hubungan uang dengan politik, sehingga jika Money Politics tetap
merajalela niscaya parpol yang potensial melakukan praktik tersebut hanya
partai yang memiliki dana besar. Berapapun besarnya jumlah dana yang
dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh lebih besar. Sebab pihak
yang diuntungkan dalam praktik Money Politics adalah pihak pemberi,
karena dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik yang harganya tidak
ternilai. Adapun yang dirugikan adalah rakyat. Karena ketika parpol tersebut
berkesempatan untuk memerintah, maka ia akan mengambil suatu kebijakan yang
lebih menguntungkan pihak penyumbangnya, kelompoknya daripada interest
public.
Bagaimanapun juga Money
Politics merupakan masalah yang membahayakan moralitas bangsa, walaupun
secara ekonomis—dalam jangka pendek—dapat sedikit memberikan bantuan kepada
rakyat kecil yang turut mencicipi. Namun apakah tujuan jangka pendek yang
bersifat ekonomis harus mengorbankan tujuan jangka panjang yang berupa upaya
demokratisasi dan pembentukan moralitas bangsa?
Demoralisasi yang
diakibatkan oleh Money Politics akan sangat berbahaya baik dipandang
dari sisi deontologis (maksud) maupun teologis (konsekwensi). Karena sifatnya
yang destruktif, yakni bermaksud mempengaruhi pilihan politik seseorang dengan
imbalan tertentu, atau mempengaruhi visi dan misi suatu partai sehingga pilihan
politik kebijakannya tidak lagi dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan
rakyat.
2.6Money Politicsmempengaruhi partisipasi
politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum
Dalam pemilihan
kepala daerah maupun pemilihan umum secara umum, banyak terjadinya perbuatan
politik uang (Money Politics) yang ikut mewarnai acara pesta dan peta demokrasi
yang berlangsung di negara ini. Money Politics banyak membawa pengaruh
akan peta perpolitikan Nasional serta juga dalam proses yang terjadi dalam
pesta politik. Dalam norma standar demokrasi, dukungan politik yang diberikan
oleh satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada persamaan
preferensi politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Dan juga
setiap warga negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (satu orang, satu
suara, satu nilai). Namun, melalui Money Politics dukungan politik
diberikan atas pertimbangan uang dan sumber daya ekonomi lainnya yang diterima
oleh aktor politik tertentu.
Dalam politik uang
(Money Politics) pemilihan kepala daerah baik untuk mengisi jabatan
Gubernur atau Wakil Gubernur, jabatan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan
Wakil Walikota terdapat beberapa hal yang mungkin tidak di ketahui oleh umum.
Praktek politik ini sangat tertutup yang hanya di ketahui oleh para calon atau
orang-orang yang berada pada “Ring Dalam” para calon saja. Besarnya uang
yang diperlukan untuk membeli suara juga berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Besarnya harga suara sangat tergantung pada pola hidup dan
tingkat ekonomi masyarakat daerah tersebut. Bagi daerah yang relatif kurang
maju mungkin harga satu suara berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 100 juta
saja. Namun, untuk daerah yang sudah maju dan memiliki pendapatan perkapita
tinggi di duga satu suara sangat variatif berkiasar antara Rp 50 juta hingga Rp
500 juta.
Persoalannya
seorang calon harus tahu benar kapan dana yang dibutuhkan harus dikeluarkan.
Dalam permainan politik uang (Money Politics), seorang calon kepala
daerah berserta tim suksesnya (TIMSES) harus menguasai benar kondisi
di lapangan. Pertimbangan hati-hati ini dilakuakan oleh para calon agar uang
yang tersedia diberikan kepada orang yang tepat sasarannya. Kalau penggunaan
uang tidak hati-hati bukan hanya salah sasaran berakibat uang hilang percuma
saja, tetapi sangat beresiko apabila informasi jatuh kepada mereka yang tidak
dapat dipercaya, dalam pemberian uang kepada pemilih dalam membeli suara calon
pemilih. Apabila uang jatuh kepada kelompok yang tidak dapat dipecaya, maka
boleh jadi akan menjadi bumerang apabila kelak terpilih dengan suara
terbanyak akan mendapat perlawanan dari kelompok yang kalah. Terutama banyaknya
pengungkitan dari pihak lawan akan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak
kandidat yang menang dalam pemilihan kepala daerah. Pada semua tingkatan yang
ada. Biasanya kelompok yang kalah akan berusaha mendapatkan bukti-bukti tentang
adanya bukti praktek uang (Money Politics) tersebut guna mereka untuk
mencari keuntungan bagi pihak-pihak kandidat yang kalah dalam acara pesta
demokrasi tersebut.
Maka dapat
dijadikan bahan untuk membatalkan pelantikan kepala daerah terpilih, bukankah
peraturan pemerintah Nomor 151 tentang tata cara pemilihan kepala daerah
terpilih harus menghadapi masa uji publik selama 3 hari. Dalam masa uji public
ini senjata paling ampuh untuk menjatuhkan kandidat yang menang adalah apabila
terdapat bukti adanya praktek politik uang (Money Politics). Bukankah
politik uang (Money Politics) dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana suap.
Di samping
mempelajari secara hati-hati dan seksama, calon kepala daerah tidak pula
sembarangan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas guna dalam
memperoleh suara dalam pemilihan nanti. Dalam praktek politik uang (Money
Politics) dikenal beberapa tahapan dana yang dibutuhkan, dimulai dari
proses uang perkenalan, uang pangkal, uang untuk fraksi hingga uang yang
ditujukan untuk membeli suara orang per orang pemilih. Pada proses pemilihan,
masing-masin bakal calon melakukan pendekatan kepada para anggota dewan, guna
mencari dukungan bagi mereka untuk mencalon diri dalam ajang pemilihan kepala
daerah (PILKADA). Bagi mereka yang terlibat dalam praktek politik uang (Money
Politics) mereka juga menyediakan dana khusus dalam masa perkenalan ini.
Bagi bakal calon yang “paham betul” dengan situasi lapangan dan
disertai dana yang mencakupi bagi masa perkenalan telah menyediakan dana pada
masa perkenalan ini. Ada lagi istilah uang pangkal. Bagi sebagian kandidat
memberikan uang dalam jumlah besar untuk suatu pertarungan yang belum pasti
mereka menangkan merupakan suatu hal yang wajar memang merupakan suatu hal yang
terlalu besar resikonya. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko tersebut,
maka apabila terjadi kesepakatan untuk memberikan dana dalam jumlah tertentu,
tidak semua dana yang disepakati dibayarkan. Strateginya dengan memberikan uang
pangkal disertai janji apabila kelak terpilih akan melunasi sisa uang yang
dijanjikan.
Memang pola menggunakan uang pangkal
ini juga riskan apabila ditinjau dari sisi kepastian bahwa suara akan
dijaminkan diberikan kepada “si pemberi uang pangkal”. **Dalam salah
satu kasus yang saya ketahui dilapangan, uang pangkal diberikan sejumlah Rp 10
juta disertai dengan janji akan diberikan sekitar Rp 100 juta lagi apabila
kelak terpilih. Oleh anggota DPRD bersangkutan ternyata uang pangkal ini
dianggap tidak pernah ada ketika kandidat lain memberikan dana secara kontan
tiga kali lebih besar daripada dana yang dijanjikan oleh “si pemberi uang
pangkal pertama” berjumlah Rp 10 juta terdahulu. Akibatnya, uang pangkal
yang diberikan oleh salah seorang calon kepala daerah ini hilang percuma karena
dana yang lebih besar bukan hanya dijanjikan tetapi dibayar lunas dalam bentuk
uang tunai, oleh calon kepala daerah yang lain.[5] Dalam
pemilhan tersebut, maka hal tersebut adalah sebuah hal yang tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Yaitu adanya sebuah asas yang disebut JURDIL (Jujur dan Adil).
Dalam masalah ini ada beberapa perdebatan mengenai asas ini pada awal akan
dimasukkan asas ini dalam asas Pemilu pada awal Pemilu di Indonesia, antara
lain:
- Perlunya
atau tidak asas jurdil ini dimasukan dalam perundang-undangan sebagai asas
resmi disamping asas LUBER.
- Dalam
pelaksanaan Pemilu perlu ditampakan bahwa asas jurdil ini merupakan sesuatu
yang benar-benar diterapkan.
Melihat pengertian asas Jurdil ini
disatu pihak dan asas Luber pihak lain, keduanya memiliki pengertian yang
berbeda, namun sangat erat kaitannya. Dalam pembahasan ini maka sewajarnyalah
sebuah Pemilu harus menggunakan asas JURDIL dan LUBER, guna terciptanya sebuah
demokrasi serta pesta demokrasi yang sehat dan sesuai dengan amanat UUD 1945
dan juga sesuai dengan amanat rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih dari praktek KKN.
Dalam pilkada yang ada maupun pemilu
secara umum maka asas ini (JURDIL serta LUBER) hanyalah sebuah slogan belaka,
karena pada dasarnya Money Politics merupakan sebuah sistem yang tidak
akan pernah hilang dalam proses demokrasi Indonesia dan hal ini akan terus
menerus terjadi dan dilakukan oleh para calon dan Jurkam serta Timses
masing-masing calon dalam pilkada dan pemilu guna mencari perhatian serta suara
dari para calon pemilih untuk memenangkan mereka dalam PILKADA (Pemilihan
Kepala Daerah) dan PEMILU (Pemilihan Umum). Walaupun adanya partai politik yang
berasaskan Islam akan tetapi praktek Money Politics ini tetap ada walau
dikemas dalam agenda yang sangat rapi. Akan tetapi juga ada juga partai politik
yang memang benar-benar mereka tidak melakukan politik uang (Money Politics).
Serta merebaknya Money Politics membawa implikasi yang sangat berbahaya
bagi demokrasi dan penguatan negara bangsa. Melalui Money Politics
kedaulatan bukan ada pada tangan rakyat akan tetapi kedaulatan berada ditangan
“uang”.
Oleh karena itu, pemegang kedaulatan
adalah “pemilik uang”, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan bukan lagi
rakyat mayoritas. Di tengah gelombang demokratisasi yang gencar belakangan ini,
maraknya Money Politics bisa mempermudah masuknya penetrasi politik
melalui uang. Maka dengan demikian, Pilkada dengan sistem Money Politics akan
terus terjadi kejadian yang paling umum dalam praktek politik uang (Money
Politics) adalah pembelian suara menjelang hari pemilihan. Artinya,
masing-masing calon mengadakan pendekatan kepada para anggota DPRD.
Pendekatan dilakukan baik secara
langsung maupun dengan melalui perantara orang ketiga. Pada saat inilah
transaksi dilakukan baik dengan memberikan uang kontan ataupun dengan suatu
janji atau pemberian atas pemberian. Ada hal yang menarik bahwa umumnya para
anggota DPRD lebih menginginkan uang kontan dari pada cheque. Akibatnya,
jangan heran kalau uang kontan berdampak lebih ampuh dibandingkan dengan
penggunaan selembar cheque. Karena itu harga suara itu sangat mahal
apabila seorang bakal calon kepala daerah berasal dari anggota TNI/ POLRI
artinya, anggota fraksi ini mempunyai posisi tawar yang tinggi. Mereka dapat
mengajukan argument bahwa”terikat rantai komando” dan terikat pemerintah
komandan dan seterunya. Padahal, tidak ada lagi perintah komando untuk memilih
atau tidak memilih salah satu bakal calon. Akibatnya, calon pembeli suara
dihadapkan pada situasi sulit. Dalam kondisi inilah dibutuhkan dana yang cukup
besar. Biasanya strategi yang dilakukan dengan mendapatkan informasi berupa
dana yang dikeluarkan oleh pihak lawan bagi suara mahal ini. Setelah mengetahui
harga suara maka kemudian diberikan dana jauh lebih besar lagi.
Dalam sistem politik yang lain ada
yang namanya “Serangan Fajar” bagi para bakal calon kepala daerah
beserta tim suksesnya pada calon pemilih, adapun masa yang paling rawan adalah
H-2 dan H-1 pemilihan. Dalam masa inilah masing-masing calon saling melakukan
pengintaian guna semaksimal mungkin dan seakurat mungkin mendapatkan informasi
tentang berapa besar dan yang beredar bagi satu suara anggota DPRD. Informasi
ini menjadi sangat penting karena pada H-1 merupakan kesempatan terakhir dalam
perebutkan suara tersebut. Namun, dalam praktek juga terjadi Serangan Fajar yang
dimaksud sebenarnya adalah dengan Serangan Fajar ialah pada hari Fajar
hari H (Hari Pemilihan), kandidat kepala daerah atau tim suksesnya memanfaatkan
informasi paling mutakhir tentang berapa harga satu suara dari para calon
pemilih yang akan melakukan pencoblosan pada pagi harinya dan anggota DPRD mana
saja yang kemungkinan masih dapat digarap untuk dimintai suaranya dalam
pemungutan suara dan masa uji publik serta masa pelantikan kepala daerah. Ada
beberapa kategori yang dapat di ketahui yaitu sebagai berikut : Pertama,
Anggota Dewan (DPRD) yang selama ini dikenal dengan kondisi siap menyeberang
asal sesuai harga. Kedua, Anggota Dewan (DPRD) yang masih dihadapkan
pada keraguan antara misi partai dengan iming-iming uang yang berjumlah besar.
Namun hal yang inti dari Money
Politics adalah bagaimana strategi pemberian uang ini. Bukankah tindakan
menyuap dan disuap merupakan perbuatan melanggar hukum, oleh karena itu proses
“penyampaian uang” harus dilakukan secara rapi dan sistematis. Namun,
yang pasti bagi mereka yang terlibat dalam menggunakan uang kontan, tidak
melalui transfer bank walaupun melibatkan dana dalam jumlah besar. Yaitu dengan
cara mendatangi secara langsung rumah Anggota Dewan (DPRD) untuk memberikan
uang tersebut. Hal ini dilakukan untuk semaksimal mungkin menghilangkan jejak.
Apabila mengirim sejumlah dana melalui jasa perbankan tentu terdapat bukti
setoran yang akan didapatkan di samping memang transaksi perbankan mudah
dilakukan pelacakan. Dan hal ini akan memberikan peluang bagi calon kandidat
yang kalah guna membongkar praktek politik uang (Money Politics) yang
dilakukan oleh calon kandidat serta timsesnya dalam memenangkan pemilu atau
pemilhan kepala daerah (PILKADA). Dan juga hal ini akan memberikan sebuah kesan
negative bahwa calon tersebut melakukan praktek politik uang (Money Politics)
guna memenangkan pemilihan tersebut. Selain itu ternyata pemberian uang tidak
pula selalu dilakukan oleh para kandidat secara langsung. Akan tetapi pemberian
uang tersebut dapat dilakukan melalui perantara orang lain termasuk teman
akrab, keluarga, hubungan bisnis, dan seterusnya. Ada beberapa macam-macam
bentuk pemberian uang dari kandidat kepada anggota dewan yang terlibat dengan
politik uang (Money Politics). Macam-macam itu adalah sebagai berikut:
- Sistem
ijon.
- Melalui
tim sukses calon.
- Melalui
orang terdekat.
- Pemberian
langsung oleh kandidat.
- Dalam
bentuk cheque.
Akan tetapi tidak banyak juga Money
Politics ini yang tidak berhasil pada akhirnya dalam masalah pembelian
suara pemilih maupun dari anggota dewan (DPRD). Ada bebarapa faktor yang
membuat hal ini terjadi, yaitu:
- Adanya
hubungan keluarga dan persahabatan.
- Bakal
calon bersikap ragu-ragu.
- Adanya
anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri.
- Adanya
anggota yang dianggap opportunis.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas mengenai partisipasi politik yang ada didalam masyarakat dalam pemilu
umum maupun pemilu daerah (PILKADA) maka dapat dilihat bahwa partisipasi
politik masyarakat sangatlah penting guna keberlangsungan demokrasi di Negara
ini. Serta juga memberikan sebuah pencerahan bagi masyarakat umum bagaimana
partisipasi tersebut jangan salah digunakan dalam pemilihan umum.
Dalam hal ini
yaitu dengan adanya sistem yang bernama politik uang (Money Politics)
yang memberikan gambaran buruk bagi kesejahteraan demokrasi di Indonesia ini.
Ada sebuah slogan yang bagus dalam menyikapi akan pelanggaran dari PILKADA
maupun PEMILU secara umum yaitu DEMOKRASI bukanlah “DEMOCRAZY”.
3.2 Saran
Dan
juga bagi masyarakat umum sepatutnyalah untuk lebih cerdas dalam menanggapi
semua iming-iming dan janji-janji yang diberikan oleh para calon kandidat
Pilkada dalam kampanye-nya. Dan juga lebih selektif dalam memilih apa yang
sesuai dengan hati nurani kalian. Serta juga ingat pada para calon kandidat
yang akan bertarung dalam ajang pesta demokrasi yang ada di negeri tercinta
ini, yaitu ingatlah asas JURDIL dan LUBER dalam melaksanakan acara demokrasi
ini, dan juga para calon pemilih juga agar ingat akan slogan tersebut.
Janganlah sekali-kali kalian khianati hati kalian demi sesuatu yang belum tentu
kalian dapatkan. Serta juga slogan tersebut walau sudah tua umurnya akan
tetapi, manfaat dan maknanya sangatlah dalam menentukan masa depan bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar