BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Hukum
Administrasi Negara
Hukum
Administrasi Negara adalah seperangkat norma aturan yang bersifat khusus yang
mengatur tentang kekuasaan pemerintah dalam menjalankan kewenangannya. Hakekat
hukum sebagai norma/kaidah memberi wewenang dan mengatur lembaga bagaimana
seharusnya menjalankan fungsi pemerintahan yang baik dan resiko atas tindakan
pemerintah tersebut supaya hubungan antara masyarakat dan pemerintah akan
terjamin dan terlindungi ketika kewenangan peerintah dijalankan sesuai dengan
kewenangannya. Kaidah/ norma sendiri adalah sebagai instrumen yuridis yang
digunakan sebagai landasan bagi penguasa untuk terlibat secara tim dengan
masyarakat dalam menjalankan kursi pemerintahan banyak berpijak dalam norma dan
wewenang dengan demikian hukum administrasi diarahkan pasif,tanpa
memepersoalkan darimana isi hukum itu. Ada beberapa ahli yang mencoba
memberikan pengertian dari Hukum Administrasi Negara salah satunya adalah Oppenheim yang mengemukakan bahwa Hukum
Administrasi adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat
badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan
wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum
Administrasi Negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak. Sedangkan Logemann mengetengahkan Hukum
Pemerintahan / Hukum Administrasi Negara sebagai seperangkat norma-norma yang
menguji hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat (Alat Tata
Usaha Negara / Alat Administrasi Negara) melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum
Administrasi Negara tidak identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan
administrasi negara, karena hukum yang mengatr pekerjaan administrasi negara
sudah termasuk dalam hukum tata negara. Selain itu, De La Basscecour Caan menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara
adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara
berfungsi (bereaksi). Dengan demikian pepraturan-peraturan itu mengatur
hubungan – hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya. Hukum
Administrasi Negara terbagi atas dua bagian, yakni : pertama, Hukum Administrasi
Negara menjadi sebab maka nefara berfungsi atau bereaksi; Kedua, Hukum
Administrasi Negara mengatur hubungan antara warga nefara dengan pemerintah.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi
Negaraq adalah hukum yang mengatur dan mengikat alat administrasi negara dalam
menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya selaku alat administrasi negara
dalam melayani warga negara. Hukum Administrasi Negara sangat penting dan
dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara.
Keberadaan Hukum Administrasi Negara berperan mengatur wewenang, tufas dan
fungsi administrasi, disamping itu juga berperan untuk membatasi kekuasaan yang
diselenggarakan oleh administrai negara.
1.2 Ruang
Lingkup Hukum Administrasi Negara
Adapun
ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara adalah bertalian erat dengan tugas
dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di tingkat pusat maupun
daerah, perhubungan kekuasaan antar lembaga negara (administrasi negara), dan
antara lembaga negara dengan warga masyarakat negara (warga negara) serta
memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga
masyarakat dan administrasi negara itu sendiri. Dalam perkembangan sekarang ini
dengan kecenderungan negara turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, maka peranan Hukum Administrasi Negara (han) menjadi luas dan
kompleks. Kompleksitas ini akan membuat luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN. Secara
historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni sebagai
penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan dan keteraturan serta
ketentraman masyarakat. Oleh karenanya negara hanya sekedar penjaga dan
pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan,
baik menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan dan
atau benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu
sudah tercapai, tugas negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana yang
demikian itu HAN tidak berkembang dan bahkan statis. Keadaan seperti ini tidak
akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun di negara-negara belahan dunia
lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun)
tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan warga
negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal itu, maka perlu
dibentuk hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga
negara apabila sewaktu-waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan
pada watga masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan
cita-cita itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi
hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk
menciptakan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Oleh karena itu hukum
harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai
sarana pembangunan, yaitu berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak
kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di samping itu
sebagai sarana pembaharuan masyarakat huhkum harus juga mampu memberi motivasi
cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak terpaku kepada pemikiran
yang konnservatif dengan tetap memperhatikan faktor-faktor sosiologis,
antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian seperti apa
yangdikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus memperhatikan,
memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi klasik dari hukum. Mengenai
ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara, Prajudi Atmosudirjdjo mengemukakan ada
enam ruang lingkup yang dipelajari dalam HAN yaitu meliputi:
1) Hukum
tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara
2) Hukum
tentang organisasi negara
3) Hukum
tentang aktivitas-aktivitas dari administtrasi negara, terutama yang bersifat
yuridis
4) Hukum
tentang sarana-sarana dari adinistrasi negara terutama mengenai kepegawaian
negara dan keuangan negara
5) Hukum
administrasi pemerintah daerah dan wilayah, yang dibagi menjadi:
a) Hukum
administrasi kepegawaian
b) Hukum
administrasi keuangan
c) Hukum
administrasi materil
d) Hukum
administrasi perusahaan negara
6) Hukum
tentang peradilan administrasi negara.
Sedangkan
Walther Burekhardt menyebutkan bidang-bidang pokok bagian dari Hukum
Administrasi Negara, yaitu:
1. Hukum
kepolisian, berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma untuk bertingkah
laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan pembatasan-pembatasan
tertentu terhadap kebebasan seseorang guna kepentingan keamanan umum
2. Hukum
perlembagaan, yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada penguasa untuk
menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan dalam lapangan kebudayaan,
kesenian, ilmu pengetahuan, kerohanian dan kejasmanian, kemasyarakatan dan
lain-lain (pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah, perpustakaan, tentang
rumah sakit). Dengan meluasnya bidang-bidang kebebasan bergeraknya perseorangan
maka penguasa wajib mengatur hubungan hukum individu-individu tersebut
berdasarkan tugasnya yakni menyelenggarakan kepentingan umum;
3. Hukum
keuangan, yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan perbekalan guna
melaksanakan tugas-tugas penguasa. Misalnya, aturan tentang pajak, bea dan cukai,
peminjaman uang bagi negara dan lain-lainnya.
1.3 Hukum
Publik dan Hukum Privat
Hukum
Administrasi Negara secarfa tegas merupakan bagian dari hukum publik, yaitu
hukum yag mengatur hubungan hukum antara kekuasaan negara dan masyarakat.
Cabang hukum publik lainnya adalah hukum pidana. Pemerintah sebagai pelaksana
sehari-hari kekuasaan negara merupakan pembuat dan pelaksana dari Hukum
Administrasi Negara. Pemerintah dalam hal inni dapat menciptakan
ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara, selain itu pemerintah juga
melaksanakan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara yang berlaku bagi
dirinya sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada. Selain hukum publik, dikenal juga adanya hukum privat. Hukum privat adalah
hukum yang mengatur hubungan antara pribadi-pribadi / badan-badan hukum yang
ada di masyarakat. Hukum pribat merupakan hukum yang lebih banyak bersifat
keperdataan, dan tidak memerlukan kekuasaan hukum publik untuk mengaturnya.
Contohnya dari hukum kebendaan, hukum perjanjian dan lain sebagainya. Hubungan
hukum yang terdapat dalam hukum privat adalah hubungan hukum antara
pribadi-pribadi hukum dan lebih bersifat personal. Perkembangannya, pembagian
hukum publik dan hukum privat seperti yang disebutkan diatas, tidak dapat lagi
dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari, pemerintah sebagai badan hukum publik seringkali bersinggungan
dengan ketentuan-ketentuan hukum perdata. Seperti misalnya dalam pelaksaan
perjanjian pemborongan antara pemerintah dengan pihak ketiga dalam mengerjakan
pembangunan sarana dan prasarana milik pemerintah. Pada perjanjian pemborongan
tersebut, pemerintah wajib tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum privat yang
mengatur tentang perjanjian. Selain itu, pemerintah dalam mendirikan badan
usaha juga tunduk pada ketentuan hukum perdata yang mengatur tentang pendirian
perusahaan (hukum perseroan). Adakalanya pemerintah juga mendirikan
yayasan-yayasan untuk melaksanakan berbagai kepentingannya, dan ketentuan hukum
yang mengatur tentang yayasan adalah ketetntuan hukum privat. Oleh karena itu,
sebenarnya telah terjadi percampuran antara hukum publik dan hukum perdata
dalam praktik pemerintahan sehari-hari.
1.4 Kekuasaan
dan Kewenangan
Kekuasaan
dan kewenangan merupakan dua hal yang berbeda namun memiliki persaaan diantara
keduannya. Kekuasaan lebih banyak berkaitan dengan hal-hal yang bersifat formal
sedangkan kewenangan lebih banyak berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya
materiil. Kekuasaan adalah formalitas kewibawaan dari para pejabat administrasi
negara, sedangkan kewenangan adalah kekuatan materiil yang dimiliki oleh setiap
pejabat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Baik
kekuasaan maupun kewenangan, keduanya diperoleh dari berbagai peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang administrasi negara. Dalam kehidupan sehari-hari,
masyarakat seringkali tidak dapat memberdakan antara kekuasaan dan kewenangan
yang dimiliki oleh pejabat administrasi negara. Banyak hal yang menjadikan
perbedaan antara keduanya menjadi rancu. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana
diatur dala Undang-Undang Dasar 1945 merupakan legalitas formal yang dimiliki
oleh seorang Presiden, sedangkan kewenangan pemerintahan adalah
tindakan-tindakan materil yang dapat dilakukan oleh seorang Presiden dalam
melaksanakan tugas pemerintahannya sehari-hari. Dengan legalitas formal yang
dimilikinya, seorang Presiden memiliki kekuasaan untuk mempertahankan dan
melindungi wilayah Republik Indonesia, sedangkan dengan kewenangan pemerintahan
yang dimilikkinya, Presiden dapat melakukan berbagai tindakan hukum dan
keputusan pemerintahan untuk melaksanakan kekuasaan formal yang dimilkinya.
Oleh karena itu antara kekuasaan dan kewenangan sebernarnya terjadi hubungan
yang saling berkaitan dan sinergi di antara keduanya. Namun demikian, sinergi
diantara keduanya harus diawasi agar tidak tercipta kesewenang-wenangan.
1.5 Legalitas
Legalitas
merupakan dasar untuk menguji apakah tindakan dari pejabat administrasi negara
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Selain itu,
legalitas juga merupakan dasar untuk menguji keabsahan keputusan pejabat
administrasi negara di pengadilan tata usaha negara. Secara umum, legalitas
merupakan ukuran keabsahan terhadap setiap tindakan hukum dan pelaksanaan
kewenangan dari pejabat administrasi negara. Berikut adalah kriteria-kriteria
yang dapat dipakai untuk menguji legalitas dari tindakan pejabat administrasi
negara;
a. Apakah
tindakan pejabat tersebut berdasarkan ketentuan hukum atau tidak?
b. Apakah
tindakan pejabat tersebut sesuai dengan kewenangannya atau tidak?
c. Apakah
tindakan pejabat tersebut tidak melampaui kewenagan yang diberikan?
Sedangakan
kriteria yang dapat dipakai untuk menguji keputusan yang dibuat oleh pejabat
administrasi negara adalah antara lain;
a. Keputusan
tersebut mempunyai dasar hukum atau tidak?
b. Keputusan
yang dibuat sesuai dengan kewenangan yang diberikan atau tidak?
c. Keputusan
tersebut melampaui kewenangan yang diberikan atau tidak?
Dari
berbagai kriteria yang diberikan tersebut, maka setiap anggota masyarakat dapat
menilai apakah tindakan hukum dan keputusan pejabat administrasi negara telah
sesuai dengan berbagai ketentuan perundang-undangan yang ada dan apabila memang
dianggap merugikan maka setiap anggota masyarakat dapat mengajukan keberatan
terhadap tindakan dan keputusan tersebut dan selanjutnya membawa sengketa
tersebut untuk diselesaikan di Peradilan Tata Usaha Negara.
1.6 Rancangan
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
RUU
Administrasi Pemerintahan (RUU AP) merupakan semacam revolusi dari perkembangan
Hukum Administrasi Negara di Indonesia. Hal ini disebabkan RUU tersebut
merupakan pengaturan secara umum mengenai aktivitas dari para petugas/pejabat
administrasi negara yang selama ini belum diatur secara tegas dalam suatu
peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hal tersebut. Selain itu RUU
tersebut juga merupakan hukum materiil dari UU tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (UU 5/1986 UU 9/2004). Oleh karena itu, dengan disahkannya RUU tersebut
nantinya, maka Hukum Administrasi Negara di Indonesia akan menjadi pelengkap, baik
HAN materrl maupun HAN formil. Pada RUU tersebut, ada 20 asas dari asas-asas
umum pemerintahan yang baik yang dimuat dan menjadi ketentuan yang diatur dalam
batang tubuh RUU tersebut. Dengan dicantumkannya kedupuluh asas tersebut, maka
tidak lagi hanya menjadi prinsip-prinsip hukum, akan tetapi dengan berlakunya
RUU tersebut nantinya, akan menjadi norma hukum bagi setiap tindakan dan
perilaku dari petugas/pejabat publik dalam melaksanakan tugas pemerintahannya
sehari-hari. Selain itu, dalam RUU ini juga diatur mengenai kerjasama antar
instansi pemerintah, komunikasi elektronik, prosedur pengambilan keputusan,
pembatalan keputusan, upaya administratif dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
RUU ini merupakan kemajuan yang signifikan dalam pengembangan Hukum
Administrasi Negara di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
ARAH
PERTUMBUHAN PEMBANGUNAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
2.1 Situasi
Problematis dalam Administrasi Negara Indonesia
Di
Indonesia, sistem administrasi negara yang menjadi pilar pelayanan publik menghadapi
masalah yang sangat fundamental. Pertama, sebagai fakta sejarah bangsa sistem
administrasi yang sekarang diterapkan adalah peninggalan pemerintah kolonial
yang juga memiliki dasar-dasar hukum dan kepentingan kolonial. Struktur
birokrasi, norma, nilai dan regulasi yang ada sekarang masih berorientasi pada
pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan Hak Sipil warga negara .
tidak mengherankan jika struktur dan proses yang dibangun merupakan instrumen
untuk mengatur dan mengawasi perilaku masyarakat sebagai pelayan, bukan
sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Misi utama administrasi negara dengan paham kolonial tersebut
adalah untuk mempertahankan kekuasaan dan mengontrol perilaku individu. Ketidakmampuan
pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi yang
berorientasi kolonial tersebut telah menyebabkan gagalnya ipaya untuk memenuhi
aspirasi dan kebtuhan masyarakat. Kualitas dan kinerja birokrasi dalam
memberikan pelayanan publik masih jauh dari harapan. Masih belum tercipta
budaya pelayanan publik yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.
Sebaliknya, yag terbentuk adalah obsesi para birokrat dan politisi untuk
menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan hasrat dan kekuasaan. Karena
itulah, kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi terus terjadi dalam kurun
waktu yang lam sejak kita merdeka.
Pada
sisi lainnya, gagalnya pembangunan di Indonesia, khususnya belum optimalnya
pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam birokrasi, juga disebabkan
oleh ketiadaan grand design reformasi dan reposisi peran administrasi negara.
Hal ini pula yang menyebabkan birokrasi belum dipandang sebagai faktor
terpenting penggerak pembangunan. Dalam konteks ini ada yang selalu terlupakan
oleh elite pemimpin bangsa Indonesia tentang pentingnya birokrasi negara dalam
menata strategi pembangunan. Bahkan peran administrasi pembagunan dan
pembangunan adminstrasi dapat dikatakan sangat termarjinalisasi oleh prioritas
pembangunan ekonomi, hukum, sosial dan politik. Penataan sistem penggajian PNS
adalah salah satu agenda besar dan harus menjadi bagian dari revitalisasi
administrasi negara. Tim penyusun mengatakan bahwa salah satu penyebab tidak
optimal-atau mungkin gagalnya-pembangunan dan juga pembangunan dalam bidang
birokrasi negara.
2.2 Faktor-Faktor
yang Saling Mempengaruhi
Praktik
korupsi dalam birokrqasi telah meniulkan ekonomi biaya tinggi karena tidak
terkait dengan kegiatan priduksi dalam penciptaan nilai. Secara individual
perilaku korupsi dianggap sangat fungsional untuk mengatasi problem rendahnya
gaji pegawai negeri, meskipun demikian perilaku tersebut dapat merugikan rakyat
banyak karena perilaku korupsi pada akhirmya merupakan prinsip zero sum game dimana apabila ada pihak yang diuntungkan maka selalu ada pihak
yang dirugikan. Biaya yang harus ditanggung akibat perilkau korupsi pada
akhirnya merupakan beba pada masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik dalam
hal ini masyarakat menanggung biaya ganda yaitu poembayaran legal dalam bentuk
pajak dan pembayaran ilegal dalm bentuk pungutan liar dan sogokan yang
merupakan bagian dari perilaku korupsi. Kompleksitas permasalahan korupsi dalam
birokrasi merupakan lingkaran setan yang sangat dipengaruhi faktor budaya,
faktor individu, faktor organisasi dan faktor kelembagaan. Dari faktor budaya
korupsi seakan-akan sudah diterima sebagai sebuah tradisi dalam birokrasi.
Budaya yang terinternalisasi dalam waktu yang lam yang telah diterima menjadi
bagian dari birokrasi di Indonesia. Misalnya, dalam kasus pelayanan publik
sering kali pemberian uang suap kepada aparat atau pejabat disebabkan oleh
karena orang merasa perlu memberi sejumlah uang sebagai imbalan bagi pelayanan
yang mereka terima, meskipun hal itu tidak menajdi bagian dari prosedur administrasi.
Ini yang disebut sebagai budaya sungkan
atau budaya tidak enak dari masyarakat Indonesia.
2.3 Menuju
Reformasi Birokrasi
1. Komitmen
dan National Leadership
Reformasi
birokrasi negara harus bermula dari bisi dan komitmen orang nomor satu di
negteri ini. Ia harus menjadi kekuatan gerakan nasional tentang pentingnya
melakukan reposisi dan revitalisasi administrasi negara. Sebagai perbandingan
misalnya, Korea Selatan telah melakukan reposisi dan revitalisasi peran
administrasi negara sejak tahun 1980-an. Beberapa reformasi yang dilakukan saat
itu adalah melalui civil servant ethic
act pada tahun 1981, civil servant
property registration, civil servant gifts control, civil servant consciuosness
reform movement dan social purification movement (Hwang, 2004). Pada masa
pemerinthan Rho Tae Woo pada tahun 1988, reformasi administrasi negara
diperkuat melalui deregulasi dan simplifikasi prosedur, restrukturisasi
pemerintah pusat dan penguatan peran komisi reformasi administrasi. Semua usaha
Korea Selatan untuk merevitalisasi administrasi negara tidaklah sia-sia, karena
hasilnya adlah efisiensi dan terciptanya administrasi negara yang profesional,
bersih dan berwibawa. Belajar dari Korea Selatan, unci terjadinya reposisi dan
revitalisasi administrasi adalah komitmen dan visi dari political leadership
negara ini untuk mengagendakan hal tersebut menjadi gerakan nasional
pembaharuan administrasi negara. Dan hal ini harus mendarah daging dalam setiap
diri pemimpin politik dan penyelenggara negara. Ketiadaan komitmen dan paradigma
tentang peran, ke fungsi administrasi negara dalam pembangunan negara telah
mejadi penyebab reformasi birokrasi di Indonesia tidak memiliki visi,
kehilangan ruh dan berjalan sangat sporadis. Sampai sekarang tidak terlihat
bentuk atau grand design yang diinginkan dalam rangka reformasi birokrasi,
tidak adnaya kemauan politik dari permerintah. Ada dua arah yang harus dituju
oleh komitmen dan national leadership dalam reformqasi birokrasi.
Pertama,komitmen untuk melakukan modernisasi birokrasi dan kedua, komitmen
untuk menegakkan hukum bagi setiap pelanggaran birokratris mulai dari
maladministrasi, korupsi, kulusi dan nepotisme.
2. De-kooptasi
dan Netralisasi Birokrasi oleh Parpol
Dalam pandangan Tim, grand design
reformasi birokrasi harus
beraras dari problem utama yang sedang kita
hadapi. Birokrasi pemerintah semakin terkooptasi dan terintervensi oleh partai
politik yang mempersiapkan kemenangan pemilu bagi partainya. Sudah maklum bagi
kita, bahwa sejak zaman Orde Baru kedudukan birokrasi tidak lagi bisa dikatakan
netral terhadap partai politik. Pada masa itu, struktur dan kultur kelembagaan
birokrasi dikuasai dan dalam kerangka kepentingan single majority Golkar. Tidak
ada perbedaan antara pejabat karir dan pejabatpolitik. Keadaan ini berlarut
larut dan membentuk tidak saja sikap, perilaku,nilai, kultur para pejabat
birokrasi dan juga sistem kerja, tetapi juga cara pandang dan budaya interaksi
rakyat terhadap birokrasi. Itulah sebabnya cara berpikir birokrat lebih
berorientasi pada kekuasaan daripada pelayanan. Sebaliknya dari sisi rakyat,
tidak ada yang cuma-cuma yang dapat diperoleh dari penguasa birokrasi,
sekalipun hal tersebut sudah menjadi haknya.
3. Profesionalisasi
Birokrasi
Di
kebanyakan negara-negara berkembang yang sudah mengalami transformasi ke negara
maju, reformasi birokrasi merupakan langkah awal dan prioritas dalam
pembangunan. Birokrasi menjadi sektor pembangunan (administrative
Development) sekaligus menjadi instrumen penting pembangunan (Development
Administration). Reformasi birokrasi negara di negara-negara tersebut pada
umumnya dilakukan melalui dua strategi yaitu; (1) merevitalisasi kedudukan,
peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor penggerak reformasi administrasi,
dan (2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal struktur,
proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat.
Strategi pertama dapat dilakukan melalui penguatan peran dan fungsi Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Lembaga Administrasi Negara sebagai motor reformasi
administrasi. Karena itu kepada kedua lembaga ini harus diberikan kewenangan
yang bersifat policy (policy agency) dan juga kewenangan yang bersifat eksekusi
(executing agency).
4. Pengaturan
Prosedur Administrasi Pemerintahan
Hal
lain yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas birokrasi adalah penyusunan Undang-Undang tentang
Prosedur Administrasi Pemerintahan. Di beberapa negara Undang-Undang ini
menjadi dasar dalam Pembuatan Keputusan Administrasi yang transparan, akuntabil
dan partisipatif. Dengan proses administrasi pemerintahan yang semakian baik
dan semakin akuntabel, maka kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis juga
semakin meningkat. Hal ini tentu saja akan semakin kondusif bagi iklim
investasi. Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan saat ini
sedang disiapkan oleh
Kementrian PAN dan dalam proses legislasi.
5. Pakta
Intgritas dan Komitmen semua Pihak
Reformasi
birokrasi tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen
semua
pihak baik pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis. Karena itu salah satu
instrumen penting dalam reformasi birokrasi adalah pakta Integritas. Sebuah
komitmen bersama baik dari PNS, Pelaku bisnis dan masyarakat untuk bersama-sama
menekankan azas – azas sebagai berikut; tidak memikirkan diri sendiri,
integritas yang tinggi, obyektif, akuntabel, keterbukaan, kejujuran, dan
kepemimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
Kesepakatan untuk tidak melakukan praktik KKN dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Hanya dengan berkomitmen, birokrasi yang bersih dan berwibawa
dapat menciptakan iklim investasi yang berdaya saing tinggi.
6. Citizen=s
Charter
Perubahan sistem selanjutnya dalam
Administrasi Negara adalah menciptakan relasi yang baru antara pemerintah dan
masyarakat. Relasi baru ini penting untuk memperkuat kedudukan masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Di beberapa negara instrumen menciptakan
penguatan peran dan kedudukan masyarakat terhadap negara dilakukan melalui
Citizen’s charter yang merupakan komitmen pemerintah untuk memenuhi harapan-harapan
masyarakat. Dengan demikian dorongan perubahan administrasi negara tidak saja
berasal dari pemerintah sendiri, tetapi juga dari lingkungan eksternal
masyarakat. Hal ini sejalan dengan Pendapat para pakar reformasi birokrasi
bahwa reformasi birokrasi merupakan proses politik yang bertujuan untuk merubah
hubunganhubungan internal birokrasi, maupun hubungan antara birokrasi dengan
masyarakatnya. Perubahan sistem administrasi negara melalui citizen’s charter
telah dipergunakan oleh beberapa negara seperti di Inggris, Selandia Baru,
Malaysia dan Singapura. Dalam hal ini harus disusun norma yang mewajibkan
birokrasi untuk membuat kesepakatan dengan warganya dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
7. Transparasi
dan Partisipasi Publik dalam Birokrasi Negara
Hal
terakhir yang juga harus menjadi perhatian dalam reformasi administrasi negara
adalah bagaimana upaya menciptakan transparansi dan partisipasi publik dalam
penyelenggaran pemerintahan. Di beberapa negara jaminan hukum terhadap transparansi
dan partisipasi publik tertuang dalam Undang-Undang maupun Peraturan Daerah.
Dalam hal ini arah pertumbuhan dan perubahan sistem yang diharapkan sebagai
upaya untuk melakukan reformasi birokrasi adalah bagaimana menjamin pemberian
akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolalaan pemerintahan
dan juga berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi
kebijakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem administrasi negara masih
menghadapi permasalahan fundamental, yaitu masih diterapkannya sistem
administrasi peninggalan kolonial, struktur birokrasi dan regulasi yang masih
berorientasi pada kepentingan penguasa, kualitas dan kompetensi aparat
birokrasi dan ketiadaan grand design reformasi dan reposisi peran administrasi
negara. Reformasi birokrasi yang telah dilakukan hanya berhasil merubah
struktur organisasi lembaga-lebaganya saja dan tidak diikuti dengan perubahan
budaya di dalam lembaga tersebut, sehingga dampaknya terlihat kepada kinerja
lembaga tersebut, sehingga dampaknya terlihat kepada kinerja lembaga birokrasi
yang belum selaras dengan afenda reformasi. Kinerja pegawai negeri sipil
sebagai sistem birokrasi belum enunjukkan hasil yang maksimal dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pengelolaan pegawai
negeri sipil tidak didasarkan pada sistem kepegawaian yang baik.
3.2 Saran
Mengupayakan terciptanya organisasi
pembelajar pada birokrasi sehingga setiap perubahan struktur dalam lemabaga
tersebut akan diikuti dengan perubahan watak dan budaya sesuai degan agenda
reformasi. Dengan kata lain dengan menjadi organisasi pembelajar, birokrasi
akan menjadi lembaga adaptif dengan perubahan yang terjadi baik secara secara
intern maupun ekstern. Diperlukan pembentukan perangkat hukum berupa Undang-Undang
antara lain tentang: administrasi Pemerintah sebagai upaya revolusi bagi
perkembangan Hukum Administrasi Negara di Indonesia, sekaliagus sebagai hukum
materiil dari Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar