BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional adalah bagian hukum yang
mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada
awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum
bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa
dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku
dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Selain istilah hukum intenasional, orang
juga mempergunakan istilah hukum bangsa-bangsa,hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara untuk lapangan hukum yang kita sedang bicarakan.Aneka ragam istilah
ini tidak saja terdapat pada bahasa kita,tetapi terdapap pula dalam bahasa
pelbagai bahasa yang telah lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu
cabang ilmu hukum tersendiri.
Istilah hukum bangsa-bangsa (law of
nations, droit de gens, voelkerrecht) berasal dari istilah hukum romawi “ius
gentium”. Dalam arti yang semula “ius gentium” bukanlah berarti hukum yang
berlaku antara bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asa hukum yang
mengatur hubungan antara orang romawi dengan orang bukan romawi dan antara
orang bukan romawi satu sama lain.) Baru kemudian orang membedakan bener
antara: hubungu antar kesatuan hukum publik (kerajaan, repoblik) dengan
hubungan antara individu dengan memakai istilah “ius inter gentes”.istilah
terakir ini yang berarti hukum antarbangsa sama dengan istilah hukum
antarnegara, karena berlainan dengan kerajaan republik pada zaman dahulu,negara
modernpada hakekatnya merupakan negara kebangsaan (nationstate).
Hukum bangsa-bangsa akan di pergunakan
untuk menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan
antar raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik karena
jarangnyamaupun karena sifat hubunhanny, belum dapat dikatakan merupakan
hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara
akan dipergunakan untuk menuju pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur
hubungan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita
kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modernsebagai negara nasional
(nation-sate).
1.2 Bentuk dan Asas Hukum Internasional
Adapun bentuk
dari hukum internasional adalah:
1)
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang
berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika
Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan
kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang
mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
2)
Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk
kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa
mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat
integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda
dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum
Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara antara:
1. Negara
dengan negara
2. Negara
dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama
lain.
Sedangkan untuk asas-asas hukum
internasional terdiri atas:
1) Asas
Teritorial, Menurut
asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang
berada dalam wilayahnya.
2) Asas
Kebangsaan, menurut
asas ini setap warganegara dimanapun dia berada, tetap mendapat perlakuan hukum
dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum
negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di negara
lain.
3) Asa Kepentingan
Umum, menurut
asas ini negara dapat menyesuaikan diri dengan dengan semua keadaan dan
peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak
terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
1.3 Masyarakat dan Hukum Internasional
1)
Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai
landasan sosiologis hukum internasional.
a.
Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya
masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara
anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan
antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata
di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan,
ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan
untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan
bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional
inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam
setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah
hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama
yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
b.
Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat
hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan
suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas
kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya
hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat
hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan
bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada
akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
2)
Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam
Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena
kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat
berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui
suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung
2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
1. Kekuasaan
itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
2. Kekuasaan
itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep
kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan
lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam
arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat
Internasional yang teratur.
3)
Masyarakat Internasional dalam peralihan :
perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur
masyarakat internasional.
Masyarakat
Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan
peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini
sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia.
Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu
dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
4)
Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan
teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang
melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai
organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari
negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada
para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya
suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan
asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan
demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu
komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.
1.4 Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum Internasional terdiri
dari :
- Negara
- Individu
- Tahta Suci / vatican
- Palang Merah Internasional
- Organisasi Internasional
1.5 Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu :
1. Sumber hukum
materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum suatu
negara.
2. Sumber hukum
formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah
Internasional, sumber hukum formal terdiri dari :
·
Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)
·
Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam
praktek umum dan diterima sebagai hukum
·
Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara
beradab
·
Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum
internasional yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
·
Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
1.6 Sengketa Internasional
Pertikaian atau sengketa, keduanya
adalah yang dipergunakan secara bergantian dan merupakan terjemahan dari
“dispute”. John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan
pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu
pihak dan penolakan di pihak lain. Karena
itu, sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara
eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup internasional.
Menurut Mahkamah Internasional, sengketa
internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang
bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang
terdapat dalam perjanjian. Sengketa antar negara internasional dapat merupakan
sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula
merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sebab – Sebab Terjadinya Sengketa Internasional
Ada
beberapa sebab terjadinya sengketa internasional, antara lain:
a) Politik
luar negeri yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu kaku
Politik
luar negeri suatu bangsa menjadi salah satu penyebab kemungkinan timbulnya
sengketa antarnegara. Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu utama
terjadinya konfl ik. Salah satu contohnya adalah sikap Inggris yang terlalu
luwes (fleksibel) dalam masalah pengakuan pemerintahan Cina. Pada akhirnya
mengakibatkan ketersinggungan pihak Amerika Serikat yang bersikap kaku terhadap
Cina.
b) Unsur-unsur
moralitas dan kesopanan antarbangsa
Dalam
menjalin kerja sama atau berhubungan dengan bangsa lain, kesopanan antarbangsa
penting untuk diperhatikan dalam etika pergaulan. Sebab jika kita menyalahi
etika bisa saja timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat
Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, meskipun hubungan
baik telah lama mereka jalin.
c) Masalah
klaim batas negara atau wilayah kekuasaan
Negara-negara
yang bertetangga secara geografis berpeluang besar terjadi konflik atau
sengketa memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain oleh
Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.
d) Masalah
hukum nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan
Hukum
nasional setiap negara berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi
masyarakatnya. Jika suatu negara saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan
hukum nasional negara lain, bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal
ini terjadi saat Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah
Sabah dan Serawak dari kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan
Malaysia.
e) Masalah
ekonomi
Faktor
ekonomi dalam praktek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu
terjadinya konflik internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak
adalah penyebab terjadinya konflik. Hal ini dapat terlihat ketika Amerika
Serikat mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan
konflik tegang antara Amerika Serikat dan Irak.
2.2 Macam – Macam Sengketa Internasional
Dalam
sengketa internasional, pertama-tama sengketa tersebut akan diselesaikan dengan
cara damai. Kalau tidak berhasil, baru dipakai cara penyelesaian dengan
kekerasan yang berupa perang atau tindakan bersenjata lain yang bukan perang.
Penyelesaian damai dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Berdasarkan pembedaan cara tersebut sengketa internasional dapat dibedakan
menjadi:
- Sengketa justisiabel
Sengketa justisiabel adalah sengketa
yang dapat diajukan ke pengadilan atas dasar hukum internasional. Sengketa
justisiabel sering disebut sebagai sengketa hukum, karena sengketa tersebut
timbul dari hukum internasional dan diselesaikan dengan menerapkan hukum
internasional.
- Sengketa non-justisiabel
Sengketa non-justisiabel adalah
sengketa yang bukan merupakan sasaran penyelesaian pengadilan. Sengketa
non-justisiabel sering dikenal sebagai sengketa politik karena hanya melibatkan
masalah kebijaksanaan atau urusan lain di luar hukum, sehingga penyelesaian
lebih banyak menggunakan pertimbangan politik. Penyelesaian politik ini
ditempuh dengan jalan diplomasi melalui keahlian diplomasi dari para
diplomatnya.
2.3 Mekanisme
penyelesaian sengketa internasional
J.G Starke
menggolongkan mekanisme penyelesaian sengketa ke dalam dua kategori;
1. Cara-cara penyelesaian
damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu
solusi yang bersahabat.
2. Cara-cara
penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan, yaitu apabila solusi yang
dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan J.G Starke,2001.Pengantar
Hukum Internasional 2,terjemahaan dari Bambang Iriana Djajaatmadja dari
Inroduction to International Law(1989).Jakarta:Sinar Grafika.hlm:646
Adapun di
bawah ini akan dibahas mesing-masing golongan tersebut diatas:
1)
Cara-cara penyelesaian secara damai:
Pada Piagam PBB Pasal 3 (1) mengatakan bahwa:
“Pihak-pihak
yang tersangkut dalam suatu sengketa yang terus menerus yang mungkin
membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama
harus mencari penyelesaian melalui negosiasi, penyidikan, dengan peraturan,
konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau
perjanjian setempat, atau dengan cara damai lain yang dipilih sendiri.”
Berdasarkan
Piagam PBB tersebut diatas, maka penyelesaian sengketa secara damai dapat
dibagi menjadi 3:
i. Melalui
jalur diplomatik (non yurisdiksional)
a) Negosiasi
Menurut
Huala Adolf, negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara
para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa
melibatkan pihak ketiga. Dialog tersebut biasanya lebih banyak diwarnai
pertimbangan politis atau argumen hukum. Namun demikian, dalam proses negosiasi
atau dialog tersebut, adakalanya argumen-argumen hukum cukup banyak berfungsi
memperkuat kedudukan para pihak. Manakala proses ini berhasil, hasilnya
biasanya dituangkan dalam suatu dokumen yang memberinya kekuatan hukum.
Misalnya hasil kesepakatan negosiasi yang dituangkan dalam bentuk suatu dokumen
perjanjian perdamaian. Huala Adolf,Op.Cit.hlm:26-27
b) Konsiliasi
Konsiliasi
menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure
of International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1
dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam
suatu komisi yang dibentuk oleh pihak- pihak, baik sifatnya
permanen atau sementara berkaitan dengan
proses penyelesaian pertikaian. Jawahir Tantowi dan Pranoto
Iskandar.Op.Cit.hlm:229
c) Mediasi
Mediasi atau
perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara
sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk
mengajukan proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing
proposal satu pihak pada pihak lainJ.GMerrills.Penyelesaian Sengketa
Internasional.Terjemahan Achmad Fauzan(Internasional Dispute
Settlement).Bandung:Trasito.hlm:21.
d) Organisasi
internasional (PBB)
Menurut
Huala Adolf, S.H ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan
keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Preventive Diplomacy
Adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh sekjen PBB, DK, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi internasional bekerja sama dengan PBB.
- Peace
Making
Adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya melalui cara-cara damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian.
- Peace
Keeping
Adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB, dan personel sipil.
- Peace
Building
Adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerja sama konkret yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka.
Disamping
keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan
perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan
Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap
perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini,
Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer.
Loekito
Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah
melibatkan PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan
kesempatan untuk menjadi penengah Loekito Santoso.1986.Orde Perdamaian
Memecahkan Masalah Perang (Penjelajah Polemologik).Jakarta:UI Pres.hlm:29
ii. Melalui
jalur litigasi (yurisdiksional)
a) Arbitrase
internasional
Arbitrase
merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Pengaturan
arbitrase baru mulai pada tahun 1794, yakni ketika ditetapkan Perjanjian
(internasional) Jay antara Amerika Serikat dan Inggris. Arbitrase adalah suatu
cara penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa kepada orang-orang
tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yyang bersengketa untuk
memutuskan sengketa tersebutF.S ugeng Istanto.Hukum
Internasional.Yogyakarta:Universitas Atmadjaya Yogyakarta.hlm:92.
Arbitrase
bisa mendasarkan keputusannya pada ketentuan hukum atau juga mendasarkan pada
kepantasan dan kebaikan. Pihak yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan
ini disebut arbitator, yang bisa dibentuk berdasarkan persetujuan khusus dari
pihak-pihak yang bersengketa atau melalui perjanjian
arbitrase yang ada. Kesepakatan arbitrase lazim disebut
compromis. Soemaryo Suryokusumo.OpCit.hlm :10
b)
Pengadilan internasional
Pengadilan
internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh
badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan
internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan
satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat
internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh badan
lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.
Pengadilan
internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat
dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain
dan memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu
mencapai persetujuan tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan
dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima yurisdiksi dari
pengadilan yang bersangkutan Rebecca M.M.Wallace.Hukum
Internasional,terjemahan Bambang Arumnadi (International Law).Semarang:IKIP
Semarang.hlm:281
iii. Melalui
Organisasi internasional regional
Organisasi-organisasi
atau Badan-Badan regional yang berfungsi memelihara perdamaian dan
keamanan di wilayah tertentu umumnya memiliki mekanisme
tersendiri dalam menyelesaikan sengketa internasional di antara para
anggotanya.
2) Cara-cara
penyelesaian secara kekerasan
Prinsip-prinsip
cara penyelesaian melalui kekerasan menurut JG. Starke adalah:
·
Perang dan tindakan bersenjata non perang
Keseluruhan
tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan
syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
·
Retorsi
Retorsi
adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain, balas dendam
tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di
dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina; misalnya merenggangnya
hubungan diplomatik, pencabutan privilege- privilege diplomatik, atau penarikan
diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
·
Tindakan pembalasan
Pembalasan
adalah metode-metode yang dipakai oleh negara- negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara lain
dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan.
·
Blokade damai
Blokade
secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai.
Kadang-kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya
ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati
permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara yang
memblokade J.G Starke.Op.Cit,hlm:679-683
·
Intervensi
Menurut
piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak boleh berkembang menjadi ancaman
atau penggunaan kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan
politik negara-negara manapun
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sengketa dapat didefinisikan sebagai
ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan
yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai
masalah hukum, fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan
antara 2 bangsa yang berbeda. Adapun Prinsip-Prinsip dalam Penyelesaian
Sengketa Secara Damai adalah: a) Prinsip itikad baik (good faith); b) Prinsip
larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa; c) Prinsip kebebasan
memilih cara-cara penyelesaian sengketa; d) Prinsip kebebasan memilih hukum
yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa; e) Prinsip kesepakatan para pihak
yang bersengketa (konsensus); f) Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum
nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local
remedies); g) Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan,
kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara. Disamping ketujuh prinsip di
atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat
tambahan, yaitu: a) Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah b)
Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri; c) Prinsip persamaan
kedaulatan negara-negara; d) Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar