Senin, 06 Februari 2017

HUKUM DAN SENGKETA INTERNASIONAL

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Selain istilah hukum intenasional, orang juga mempergunakan istilah hukum bangsa-bangsa,hukum antarbangsa atau hukum antarnegara untuk lapangan hukum yang kita sedang bicarakan.Aneka ragam istilah ini tidak saja terdapat pada bahasa kita,tetapi terdapap pula dalam bahasa pelbagai bahasa yang telah lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu cabang ilmu hukum tersendiri.
Istilah hukum bangsa-bangsa (law of nations, droit de gens, voelkerrecht) berasal dari istilah hukum romawi “ius gentium”. Dalam arti yang semula “ius gentium” bukanlah berarti hukum yang berlaku antara bangsa-bangsa saja, melainkan pula kaidah dan asa hukum yang mengatur hubungan antara orang romawi dengan orang bukan romawi dan antara orang bukan romawi satu sama lain.) Baru kemudian orang membedakan bener antara: hubungu antar kesatuan hukum publik (kerajaan, repoblik) dengan hubungan antara individu dengan memakai istilah “ius inter gentes”.istilah terakir ini yang berarti hukum antarbangsa sama dengan istilah hukum antarnegara, karena berlainan dengan kerajaan republik pada zaman dahulu,negara modernpada hakekatnya merupakan negara kebangsaan (nationstate).
Hukum bangsa-bangsa akan di pergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan antar raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik karena jarangnyamaupun karena sifat hubunhanny, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan dipergunakan untuk menuju pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modernsebagai negara nasional (nation-sate).



1.2  Bentuk dan Asas Hukum Internasional

Adapun bentuk dari hukum internasional adalah:

1)      Hukum Internasional Regional 

Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.

2)      Hukum Internasional Khusus

Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1.      Negara dengan negara
2.      Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Sedangkan untuk asas-asas hukum internasional terdiri atas:
1)      Asas Teritorial, Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang berada dalam wilayahnya.
2)      Asas Kebangsaan, menurut asas ini setap warganegara dimanapun dia berada, tetap mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di negara lain.
3)      Asa Kepentingan Umum, menurut asas ini negara dapat menyesuaikan diri dengan dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

1.3  Masyarakat dan Hukum Internasional

1)      Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.

a.       Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.

b.      Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.

2)      Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.

Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
1.      Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
2.      Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
3)      Masyarakat Internasional dalam peralihan : perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
4)      Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.
1.4  Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum Internasional terdiri dari :
  1. Negara
  2. Individu
  3. Tahta Suci / vatican
  4. Palang Merah Internasional
  5. Organisasi Internasional

1.5  Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
2.      Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah Internasional, sumber hukum formal terdiri dari :
·         Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)
·         Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum
·         Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab
·         Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
·         Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.

1.6  Sengketa Internasional
Pertikaian atau sengketa, keduanya adalah yang dipergunakan secara bergantian dan merupakan terjemahan dari “dispute”. John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan   di   pihak   lain.   Karena   itu,   sengketa   internasional adalah perselisihan yang tidak secara eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup internasional.
Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian. Sengketa antar negara internasional dapat merupakan sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.




BAB 2
PEMBAHASAN

2.1  Sebab – Sebab Terjadinya Sengketa Internasional
Ada beberapa sebab terjadinya sengketa internasional, antara lain:
a)      Politik luar negeri yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu kaku
Politik luar negeri suatu bangsa menjadi salah satu penyebab kemungkinan timbulnya sengketa antarnegara. Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu utama terjadinya konfl ik. Salah satu contohnya adalah sikap Inggris yang terlalu luwes (fleksibel) dalam masalah pengakuan pemerintahan Cina. Pada akhirnya mengakibatkan ketersinggungan pihak Amerika Serikat yang bersikap kaku terhadap Cina.

b)      Unsur-unsur moralitas dan kesopanan antarbangsa
Dalam menjalin kerja sama atau berhubungan dengan bangsa lain, kesopanan antarbangsa penting untuk diperhatikan dalam etika pergaulan. Sebab jika kita menyalahi etika bisa saja timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, meskipun hubungan baik telah lama mereka jalin.

c)      Masalah klaim batas negara atau wilayah kekuasaan
Negara-negara yang bertetangga secara geografis berpeluang besar terjadi konflik atau sengketa memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain oleh Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.

d)     Masalah hukum nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan
Hukum nasional setiap negara berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi masyarakatnya. Jika suatu negara saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan hukum nasional negara lain, bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini terjadi saat Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah Sabah dan Serawak dari kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan Malaysia.

e)      Masalah ekonomi
Faktor ekonomi dalam praktek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu terjadinya konflik internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak adalah penyebab terjadinya konflik. Hal ini dapat terlihat ketika Amerika Serikat mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan konflik tegang antara Amerika Serikat dan Irak.

2.2  Macam – Macam Sengketa Internasional
Dalam sengketa internasional, pertama-tama sengketa tersebut akan diselesaikan dengan cara damai. Kalau tidak berhasil, baru dipakai cara penyelesaian dengan kekerasan yang berupa perang atau tindakan bersenjata lain yang bukan perang. Penyelesaian damai dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Berdasarkan pembedaan cara tersebut sengketa internasional dapat dibedakan menjadi:

  1. Sengketa justisiabel
Sengketa justisiabel adalah sengketa yang dapat diajukan ke pengadilan atas dasar hukum internasional. Sengketa justisiabel sering disebut sebagai sengketa hukum, karena sengketa tersebut timbul dari hukum internasional dan diselesaikan dengan menerapkan hukum internasional.

  1. Sengketa non-justisiabel
Sengketa non-justisiabel adalah sengketa yang bukan merupakan sasaran penyelesaian pengadilan. Sengketa non-justisiabel sering dikenal sebagai sengketa politik karena hanya melibatkan masalah kebijaksanaan atau urusan lain di luar hukum, sehingga penyelesaian lebih banyak menggunakan pertimbangan politik. Penyelesaian politik ini ditempuh dengan jalan diplomasi melalui keahlian diplomasi dari para diplomatnya.

2.3  Mekanisme penyelesaian sengketa internasional
J.G Starke menggolongkan mekanisme penyelesaian sengketa ke dalam dua kategori;
1.      Cara-cara penyelesaian damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat.
2.      Cara-cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan, yaitu apabila solusi yang dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan J.G Starke,2001.Pengantar Hukum Internasional 2,terjemahaan dari Bambang Iriana Djajaatmadja dari Inroduction to International Law(1989).Jakarta:Sinar Grafika.hlm:646


Adapun di bawah ini akan dibahas mesing-masing golongan tersebut diatas:
1)      Cara-cara penyelesaian secara damai:
Pada Piagam PBB Pasal 3 (1) mengatakan bahwa:

“Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu sengketa yang terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian melalui negosiasi, penyidikan, dengan peraturan, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau perjanjian setempat, atau dengan cara damai lain yang dipilih sendiri.”

Berdasarkan Piagam PBB tersebut diatas, maka penyelesaian sengketa secara damai dapat dibagi menjadi 3:

i. Melalui jalur diplomatik (non yurisdiksional)
a)      Negosiasi
Menurut Huala Adolf, negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Dialog tersebut biasanya lebih banyak diwarnai pertimbangan politis atau argumen hukum. Namun demikian, dalam proses negosiasi atau dialog tersebut, adakalanya argumen-argumen hukum cukup banyak berfungsi memperkuat kedudukan para pihak. Manakala proses ini berhasil, hasilnya biasanya dituangkan dalam suatu dokumen   yang memberinya kekuatan hukum. Misalnya hasil kesepakatan negosiasi yang dituangkan dalam bentuk suatu dokumen perjanjian perdamaian.  Huala Adolf,Op.Cit.hlm:26-27

b)      Konsiliasi
Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak- pihak,  baik  sifatnya  permanen  atau  sementara  berkaitan  dengan       proses penyelesaian pertikaian. Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar.Op.Cit.hlm:229

c)      Mediasi
Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada pihak lainJ.GMerrills.Penyelesaian Sengketa Internasional.Terjemahan Achmad Fauzan(Internasional Dispute Settlement).Bandung:Trasito.hlm:21.

d)     Organisasi internasional (PBB)
Menurut Huala Adolf, S.H ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Preventive Diplomacy

Adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh sekjen PBB, DK, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi internasional bekerja sama dengan PBB.
  1. Peace Making

Adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya melalui cara-cara damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian.
  1. Peace Keeping

Adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian  dengan kesepakatan  para  pihak  yang  berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB, dan personel sipil.
  1. Peace Building

Adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerja sama konkret yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka.



Disamping keempat hal tersebut, ada  istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer.

Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi penengah Loekito Santoso.1986.Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang (Penjelajah Polemologik).Jakarta:UI Pres.hlm:29

ii. Melalui jalur litigasi (yurisdiksional)
a) Arbitrase internasional
Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Pengaturan arbitrase baru mulai pada tahun 1794, yakni ketika ditetapkan Perjanjian (internasional) Jay antara Amerika Serikat dan Inggris. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yyang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebutF.S ugeng Istanto.Hukum Internasional.Yogyakarta:Universitas Atmadjaya Yogyakarta.hlm:92.

Arbitrase bisa mendasarkan keputusannya pada ketentuan hukum atau juga mendasarkan pada kepantasan dan kebaikan. Pihak yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan ini disebut arbitator, yang bisa dibentuk berdasarkan persetujuan khusus dari pihak-pihak yang bersengketa  atau  melalui perjanjian  arbitrase  yang  ada.   Kesepakatan arbitrase lazim disebut compromis. Soemaryo Suryokusumo.OpCit.hlm :10

b) Pengadilan internasional
Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya  pengadilan tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh  badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.

Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan memangggilnya  untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima yurisdiksi dari   pengadilan yang bersangkutan Rebecca M.M.Wallace.Hukum Internasional,terjemahan Bambang Arumnadi (International Law).Semarang:IKIP Semarang.hlm:281

iii. Melalui Organisasi internasional regional
Organisasi-organisasi atau Badan-Badan regional yang berfungsi memelihara  perdamaian  dan keamanan  di  wilayah  tertentu  umumnya memiliki mekanisme tersendiri dalam menyelesaikan sengketa internasional di antara para anggotanya.



2) Cara-cara penyelesaian secara kekerasan
Prinsip-prinsip cara penyelesaian melalui kekerasan menurut JG. Starke adalah:
·         Perang dan tindakan bersenjata non perang
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak  memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
·         Retorsi
Retorsi adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina; misalnya merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilege- privilege diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
·         Tindakan pembalasan
Pembalasan adalah metode-metode yang dipakai oleh negara- negara   untuk   mengupayakan   diperolehnya   ganti   rugi dari negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan.
·         Blokade damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade J.G Starke.Op.Cit,hlm:679-683
·         Intervensi
Menurut piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak boleh berkembang menjadi ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan politik negara-negara manapun





BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum, fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. Adapun Prinsip-Prinsip dalam Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah: a) Prinsip itikad baik (good faith); b) Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa; c) Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa; d) Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa; e) Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus); f) Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies); g) Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara. Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu: a) Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah b) Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri; c) Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara; d) Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar