PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Isu postmodernisasi dan globalisasi sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.
Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Pancasila di dalam pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini mempunyai tujuan untuk mengetahui :
1. Apa perubahan sosial itu?
2. Aspek-aspek apa saja yang memicu terjadinya perubahan sosial?
3. Macam-macam Bentuk perubahan sosial?
4. Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia?
5. Perubahan sosial dalam ruang lingkup pendidikan?
6. Dampak perubahan sosial pada pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan sosial
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial dan sistem kebudayaan. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses sosial. Perubahan sosial dan budaya juga merupakan gejala yang melekat di masyarakat yang dapat diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat pada suatu waktu dengan keadaan masyarakat pada masa lampau.
Perubahan sosial menurut Lauer, dipandang sebagai konsep yang serba mencakup, yang menunjuk kepada perubahan fenomena sosial dan budaya di berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.
Perubahan sosial dapat dikatakan perubahan pada segi struktural masyarakat seperti pola-pola perilaku dan pola interaksi antar anggota masyarakat perubahan pada segi kuktural masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-sikap, serta norma-norma sosial masyarakat. Perubahan di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual, keluarga, masyarakat hingga tingkat masyarakat dunia. Perubahan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam suatu sistem masyarakat.
B. Aspek-aspek terjadinya perubahan sosial
Beberapa aspek yang menyebabkan terjadinya perubahan social, yaitu :
1. Demokrasi
Gelombang reformasi total yang melanda kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia dewasa ini telah menimbulkan berbagai perubahan yang mendasar dalam segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang politik, ekonomi, hukum, budaya dan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan telah terjadi perubahan penyelenggaraan yang bersifat sentralistik yang menhilangkan inisiatif atau prakarsa, kreativitas keseragaman baik pribadi maupun masyarakat, kini kita memerlukan paradikma baru yang mampu menghidupkan dan mendorong, serta mengaktualisasikan dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Kehidupan baru tersebut adalah kehidupan yang memberikan peluang kepada setiap orang, kelompok, organisasi, masyarakat untuk berpendapat, mengambil bagian secara aktif, sesuai dengan kapasitasnya masing- masing, namun tidak menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Proses perubahan seperti itu adalah ” Demokrasi ”
Sebelumnya kita terkungkung oleh kehidupan yang serba seragam, paradigma yang sentralistik atau terpusat yang tampak dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan. Sebaliknya dalam kehidupan yang demokratis kita menentang segala jenis kekuasaan yang disalah gunakan. H.A.R Tilaar (2000) mengemukakan bahwa, ”Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi individu, yaitu individu yang berbeda dan individu yang mau hidup bersama.”
Demokrasi bukan hanya masalah prosedur atau susunan pemerintahan, akan tetapi merupakan masalah internalisasi nilai-nilai. Nilai-nilai dalam demokrasi adalah nilai-nilai yang mengakui kehormatan dan martabat manusia.
Kehidupan demokratis tidak akan berkembang jika segala bentuk kehidupan ditentukan oleh penguasa atau mereka yang memiliki power dari atas. Konsekwensi dari kehidupan demokrasi adalah partisipasi dari segenap lapisan masyarakat tanpa pandang suku , agama, budaya, adat istiadat dan sebagainya.
2. Globalisasi
Memasuki abad XXI manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kompleksitas masalah kesejahteraan material dan spiritual, serta perubahan sosial yang semakin cepat. Globalisasi terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, budaya dan tehnologi. Sunaryo Kartadinata (2000) mengemukakan kehidupan masyarakat global ditandai dengan kehidupan yang interdependent, interconnected, dan networking. Interdependent artinya kehidupan yang saling tergantung, saling membutuhkan antara negara dan bangsa yang satu dengan bangsa/negara yang lainnya. Interconnected artinya adanya saling berhubungan antara negara/bangsa yang satu dengan negara/bangsa lain dalam berbagai aspek kehidupan. Networking artinya negara/bangsa yang satu dengan yang lainnya memiliki jaringan yang sangat erat dan dekat sehingga menghilangkan batas-batas negara/bangsa tersebut.
Menurut Umar Tirtaraharja (2000) istilah globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umumnya utuhnya kebulatanya bermakna bumi sebagai satu keutuhan seakan-akan tanpa batas administrasi negara, dunia menjadi amat transparan serta saling ketergantungan antar bangsa di dunia semakin besar.
Kehidupan global memungkinkan manusia untuk dapat menggunakan berbagai fasilitas yang tersedia, seperti teknologi canggih, belajar, berkomunikasi dan bertukar informasi melalui internet.
Globalisasi juga menimbulkan dampak negatif, terutama bagi individu atau masyarakat yang belum siap untuk menghadapi kehidupan tersebut, globalisasi mungkin akan menimbulkan berbagai persoalan yang lebih kompleks serta sulit diatasi.
Jika kita cermati, aspek globalisasi merupakan aspek yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan sosial pada umumnya dan terhadap pendidikan pada khususnya. Sebagai sumber daya manusia yang bergerak dibidang pendidikan, kita hendaknya tanggap terhadap tuntutan global tersebut.
3.Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Teknologi banyak menghasilkan perangkat, seperti alat transportasi, telekomunikasi, komputer, peralatan perang, dll. Perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan landasan ontologis, epistemologis, dan eksiologisnya. Landasan ontologis mengkaji objek ilmu itu sendiri. Objek ilmu adalah segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh alat indra atau melalui pengalaman manusia. Landasan epistemologis mengkaji metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu atau yang lazim disebut metode ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berdampak positif maupun negatif, bergantung pada persiapan individu atau masyarakat beserta kondisi sosial budayanya untuk menerimanya karena pada prinsipnya ilmu pengetahuan dan teknologi bersifat netral. Segi positifnya antara lain jika individu atau masyarakat sudah siap menerimanya manusia menggunakan secara tepat untuk tujuan-tujuan yang positif, maka akan memudahkan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Segi negatifnya timbul apa bila individu atau masyarakat belum siap menerima perkembangan ilmu dan tehnologi.
Menghadapi kenyataan seperti itu maka dalam aplikasinya ilmu tidak bisa bebas nilai, artinya penerapan hasil-hasil temuan harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan norma-norma masyarakat dan norma-norma agama.
C. Bentuk-bentuk perubahan sosial
1. Perubahan Lambat (Evolusi)
Perubahan secara lambat memerlukan waktu yang lama dan biasanya merupakan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Perubahan ini terjadi melalui tahapan-tahapan dari yang sederhana menjadi maju. Misalnya kehidupan masyarakat suku Kubu di Sumatra. Mereka mengalami perubahan secara lambat, terutama dalam tempat tinggal dan mata pencaharian hidup. Sampai saat ini suku Kubu masih menjalankan aktivitas lamanya, yaitu berburu dan meramu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
2. Perubahan Cepat (Revolusi)
Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi ada yang direncanakan terlebih dahulu dan ada yang tidak direncanakan. Selain itu ada yang dijalankan tanpa kekerasan dan dengan kekerasan. Dalam perubahan cepat, kemungkinan timbulnya sifat anarki dan tindakan kekerasan sangat besar terjadi. Adapun ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relative karena revolusi pun dapat memakan waktu lama.
Pada umumnya, suatu perubahan dianggap sebagai perubahan cepat karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem kekeluargaan, politik, ekonomi, dan hubungan antar manusia. Suatu revolusi dapat juga berlangsung dengan didahului suatu pemberontakan. Misalnya revolusi bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
3. Perubahan Kecil
Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Misalnya perubahan mode pakaian, bentuk rumah, dan mainan anak yang tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat dalam keseluruhannya.
4. Perubahan Besar
Perubahan besar adalah suatu perubahan yang berpengaruh terhadap masyarakat dan lembaga-lembaganya, seperti dalam sistem kerja, sistem hak milik tanah, hubungan kekeluargaan, dan stratifikasi masyarakat. Contohnya adalah adanya industrialisasi. Industrialisasi telah mengubah masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Perubahan itu memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat, seperti terlihat dalam hubungan antar sesama. Pada masyarakat agraris, hubungan antar sesama terlihat sangat akrab dan menunjukkan adanya kebersamaan. Namun pada masyarakat industri hal itu mengalami perubahan, di mana hubungan lebih didasarkan pada pertimbangan untung rugi.
5. Perubahan yang Dikehendaki
Perubahan bentuk ini merupakan perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak itu disebut sebagai agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin dalam perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Misalnya pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, atau mahasiswa.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk memengaruhi masyarakat adalah dengan rekayasa sosial (social engineering), yaitu dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu. Cara ini sering pula dinamakan perencanaan sosial (social planning). Contohnya adalah pembangunan berbagai sarana dan prasarana, seperti kawasan industri, bendungan, jalan, dan lain-lain.
6. Perubahan yang Tidak Dikehendaki
Perubahan ini terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Misalnya rusaknya berbagai fasilitas umum, serta banyak orang yang kehilangan rumah, keluarga, dan sanak saudara. Pada umumnya sangat sulit untuk meramalkan tentang terjadinya perubahan yang tidak dikehendaki ini.
7. Perubahan Struktural
Perubahan ini merupakan perubahan yang sangat mendasar yang menyebabkan timbulnya reorganisasi dalam masyarakat. Contohnya perubahan sistem kekuasaan dari kolonial ke nasional.
8.Perubahan Proses
Perubahan proses adalah perubahan yang sifatnya tidak mendasar. Perubahan ini hanya merupakan penyempurnaan dari perubahan sebelumnya. Contohnya adalah amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Amandemen yang dilakukan dengan menghapus dan menambahkan beberapa pasal itu dimaksudkan untuk menyempurnakan pasal-pasal yang sudah ada agar sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia saat sekarang ini.
D. Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia
Perkembangan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang membawa perubahan terhadap tantanan kehidupan. Reformasi merupakan suatu proses perbaikan dengan melakukan koreksi terhadap unsur-unsur yang rusak, dengan tetap mempertahankan elemen budaya dasar yang masih fungsional, tanpa merubah bentuk masyarakat dan budaya secara total dan mendasar. Transformasi adalah perubahan yang sifatnya lebih cepat, total, mendasar dan menyeluruh. Sedangkan deformasi merupakan kerusakan pada keteraturan sosial tersebut. Perubahan yang cepat tersebut harus mampu mempertahankan “cultural continuity”, dan disini suatu unsur yang amat perlu dipertahankan adalah kesepakatan-kesepakatan nilai (commonality of values) yang pernah dicapai selama lebih dari 60 tahun silam. Akibat gejala sosiologis fundamental, maka terjadi pergeseran-pergeseran yang diantaranya sebagai berikut:
1. Pergeseran Struktur Kekuasan Otokrasi Menjadi Oligarki, Kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi dsb.). Krisis dalam representative democracy dan civil society.
2.Kebencian Sosial Yang Tersembunyi (SocioCultural Animosity). Pola konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orba dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas antar suku, agama, kelas sosial, kampung dsb. Sifatnyapun bukan vertical antara kelas atas dan bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antara rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (tidak fungsional tetapi disfungsional). Kita menjadi “self destroying nation”.
3. Konflik sosial yang terjadi di Indonesia bukan hanya konflik terbuka (manifest conflict) tetapi lebih berbahaya lagi adalah “hidden atau latent conflict” antara berbagai golongan.
4. Cultural animosity adalah suatu kebencian budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya tetapi juga perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam. Konflik tersembunyi ini bersifat laten karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung dihampir seluruh pranata sosialisasi (agent of socialization) di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik dsb).
5. Kita belum berhasil menciptakan kesepakatan budaya (civic culture)
6. Persoalannya adalah proses integrasi bangsa kita yang kurang mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif (integrasi normatif), tetapi lebih mengandalkan pendekatan kekuasaan (integrasi koersif)
7. Karena kebencian sosial yang tersembunyi, maka timbul suatu budaya merebaknya pengangguran. Secara sosiologis, penganggur adalah orang yang tidak memiliki status sosial yang jelas (statusless), sehingga tidak memiliki standar pola perlaku yang pantas atau tidak pantas dilakukan, cenderung mudah melepaskan diri dari tanggung jawab sosial
E. Perubahan sosial dalam ruang lingkup pendidikan
Sejalan dengan penjelasan perubahan sosial di atas maka sebenarnya di manakah letak posisi pendidikan. Dalam hal ini kita mengingat penuturan Eisentandt dalam Faisal dan Yasik (1985). Institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan budaya suatu masyarakat.
Melihat perkembangan masyarakat yang sering dilanda perubahan secara tiba-tiba, maka kemungkinan terjadinya dampak negatif yang akan menggejala ke dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari kehadirannya. Gejala ketimpangan budaya atau cultural lag, harus dapat diminimalisasi pengaruhnya ke dalam tatanan kehidupan masyarakat. Untuk itu sebagai lembaga yang berfungsi menjaga dan mengarahkan perjalanan masyarakat, pendidikan harus dapat menangkap potensi kebutuhan masyarakat.
Karl Manheim dalam Faisal dan Yasik (1985) memfokuskan pandangannya untuk melihat aktivitas sekolah dalam melaksanakan proses pengajaran kepada para peserta didik. Secara jeli Manheim mengisyaratkan adanya semacam penyimpangan, dimana para siswa seolah-olah terobsesi pada angka prestasi, padahal tujuan pendidikan bukan itu. Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan perubahan pendidikan tidak pernah terlepas dari konsep modernisasi. Sebagai sebuah proses masyarakat dunia, modernisasi merupakan gejala universal yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan guna memahami konteks sosial dan pendidikan. Dari sinilah dapat ditarik ruang interpretasi mengenai perspektif perubahan sosial dan perubahan pendidikan.
Proses yang mempengaruhi tubuh pendidikan ini dapat digambarkan dalam pengamatan komparatif antara masyarakat modern dengan masyarakat primitif. Pada masyarakat tradisional proses pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang kesemuanya diperankan oleh institusi keluarga. Sedangkan pada masyarakat modern proses pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga.
Meskipun terdapat perbedaan karakter pendidikan yang cukup tajam dalam kedua tipe masyarakat tersebut. Namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan fungsi pendidikan antarkedua tipologi masyarakat tersebut. Baik pendidikan pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, keduanya sama-sama bertanggung jawab untuk mentransmisikan sekaligus mentransformasikan perangkat-perangkat nilai budaya pada generasi penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang proses sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peran-peran baru. Letak perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi semakin besar dan kompleks.
F. Dampak perubahan sosial pada pendidikan
Perubahan sosial yang terjadi pada suatu massyarakat sangat berpengaruh pada pendidikan khususnya, namun tidak semua perubahan sosial yang terjadi berdampak positif, tetapi ada juga perubahan sosial yang menghasilkan akibat buruk bagi dunia pendidikan, berikut sisi positif dan negatif dari suatu perubahan sosial terhadap pendidikan :
1. Dampak Positif
Sisi positif dari sebuah perubahan sosial bagi pendidikan adalah dapat meningkatnya taraf pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehingga dapat menghasilkan manusia yang siap menghadai perubahan sosial tersebut dengan mengacu pada ajaran-ajaran agama.
2. Dampak Negatif
Dari sisi negatif suatu perubahan sosial terhadap pendidikan adalah ketidaksiapan pendidikan menerima perubahan yang begitu cepat dan drastis, artinya lembaga pendidikan harus lebih siap dalam menghadapi perubahan sosial yang semakin berkembang dan terus menerus berubah.
Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial. Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.
Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat. Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen perubahan dicetak.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan di sana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial.
BAB III
KESIMPULAN
Perubahan sosial adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu massyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap massyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Perubahan sosial yang terjadi di lingkungan dapat saja mempengaruhi pelaksanaan prinsip-prinsip pendidikan di massyarakat tersebut, karena prinsip-prinsip tersebut bisa tidak berjalan dengan baik karena perubahan sosial yang terjadi, misalnya berubahnya pola pikir massyarakat dari orientasi dunia kerja, sehingga pendidikan di massyarakat sering kali terpinggirkan, menjadi marjinal, dan tidak menjadi pilihan pertama.
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitupun dengan aspek budaya dalam pendidikan. Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau makna yang terkandung pada pancasila bisa memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman.
Daftar Pustaka
(http://diez-files.blogspot.com/2007/09/perkembangan-sosial-di-indonesia.html)
http://cor-amorem.blogspot.co.id/2010/12/pengaruh-perubahan-sosial-pada.html
http://liamaliabetek.blogspot.co.id/2014/01/dampak-perubahan-sosial.html
http://nursyafitriahcellow.blogspot.co.id/2014/08/pengaruh-perubahan-sosial.html
http://www.makalahskripsi.com/2013/08/plsbt-pengaruh-perubahan-sosial.html
http://idpengertian.com/2015/04/dampak-positif-dan-negatif-perubahan-sosial-budaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar