Sabtu, 28 Januari 2017

Makalah Etika Public Relations

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1998, Effendy menyebutkan istilah etika mempunyai dua pengertian, secara luas dan secara sempit. Secara luas, dilihat dari istilah bahasa Inggris yakni ethics. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani ethica yang berarti cabang filsafat mengenai nilai-nilai dalam ikatannya dengan perilaku manusia, apakah tindakannya itu benar atau salah, baik atau buruk; dengan kata lain itu benar atau salah, baik atau buruk, dengan kata lain etika adalah filasafat moral yang menunjukkan bagaimana seseorang harus bertindak.
Etika dalam pengertian sempit atau dalam bahasa Inggris ethic (tanpa”s”) secara etimologis berasal dari bahasa Latin “ethicus” atau bahasa Yunani “ethicos” yang berarti himpunan asas-asas nilai atau moral.
Pendapat Kenneth E. Andersen, yang disitir Effendy (1998), mendefinisikan etika sebagai suatu studi tentang nilai-nilai dan landasan bagi penerapannya. Ia bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa itu kebaikan atau keburukan dan bagaimana seharusnya. Ia menyebutkan pula istilah-istilah etika (ethics, ethic), etis (ethical) moralitas dan moral acapkali dipergunakan secara tertukar sehingga membingungkan. Tetapi etika hanya berkaitan dengan tingkah laku atau perbuatan, suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dalam keadaan sadar, sehingga patut dihukum. Bagaimana jenis hukuman dan berat tidaknya hukuman yang dikenakan bergantung pada tindakan yang dilakukan.
Banyak perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja atau atas kehendaknya, seperti mencangkul kebun, membersihkan mobil, mendirikan rumah, atau membunuh seseorang yang direncanakan. Dalam kasus pembunuhan, penilaian terhadap perbuatan seperti itu bergantung apakah direncanakan atau tidak. Itu semua berkaitan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada si pembunuh tersebut. Tetapi etika tidak membuat seorang menjadi baik, menunjukkan kepadanya baik buruknya perbuatan itu. Meskipun demikian, etika turut mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik dalam arti kata melakukan kewajiban sebagaimana mestinya dan menjauhi larangan sebagaimana seharusnya.
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral. Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk didalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika (Keraf, 1991 : 23).
Kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Pengertian etiket menurut pendapat ahli yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain berkaitan dengan etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994 Penerbit Gramedia Jakarta, selain ada persamaannya, ada empat perbedaan antara etika dan etiket yaitu secara umumnya sebagai berikut:
Etika adalah niat. Apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
Etika adalah nurani (bathiniah). Bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.
Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan  yang salah harus mendapat sanksi.
Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di daerah lainnya.
Etika berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.
Manfaat etika dan etiket dalam PR sebagai landasan dan pedoman dalam melakukan pekerjaan, karena pekerjaan PR yang berhubungan dengan tanggung jawab moral.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian etika.
2. Mengetahui pengertian public relations secara umum.
3. Untuk mengetahui etika apa saja yang ada dalam kegiatan public relations.
4. Mengetahui prinsip-prinsip etika dalam public relations.
5. Mengetahui hubungan etika dengan citra (image) dalam public relations.
6. Perihal etiket serta hubungannya dengan public relations.
7. Etika dalam kegiatan public relations.













BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari -hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identic dengan etika adalah sebagai berikut:
a. Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. 
Sesungguhnya Etika tersebut merupakan studi tentang “benar atau salah” dalam tingkah laku atau perilaku manusia (Right or wrong in human conduct). Pengertian etika menurut beberapa pengamat, tokoh masyarakat, atau filsuf yaitu pendapat dari. I.R. Poedjawijatna, dalam bukunya Etika, mengemukakan bahwa etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan benar yang sedalam-dalamnya. Tugas etika adalah mencari ukuran baik-buruknya tingkah laku manusia. Etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik.
Menurut Ki Hajar Dewantara (1962), etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.
Menurut Austin Fogothey, dalam bukunya Rights and Reason Ethic (1953), etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan hukum. Perbedaan terletak pada aspek keharusan. Etika berbeda dengan teologi moral karena bersandar pada kaidah-kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang dilahirkan tenaga manusia sendiri. Etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang praktis mengenai “kelakuan benar dan tidak benar” manusia dan dapat dimengerti oleh akal murni.
Definisi etika menurut William Lillie, dalam bukunya An Introduction to Ethics adalah “The normative science of conduct of human beings living in societies is a science which judge this conduct to be right or wrong to be good or bad, or in some similar way. This definition says, first of all, that ethics is a science, and a science may be defined as a systematic and more or less complete body of knowledge about a particular set of related events or objects.”
Pengertian dan definisi etika dari para filsuf atau ahli tersebut di atas berbeda-beda pokok perhatiannya, antara lain:
a. merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right);
b. pedoman perilaku yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions);
c. ilmu watak manusia yang ideal dan prinsip-prinsip moral sebagai individual (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual);
d. merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).
Berkaitan dengan definisi atau pendapat para tokoh tersebut di atas tentang etika, dapat ditarik suatu kesimpulan secara umum bahwa “etika merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab”. Pendapat lain berkaitan dengan etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.


B. Pengertian Public Relations
Istilah “Public Relations” lahir di Amerika Serikat. Thomas Jefferson telah menggunakan istlah ini dalam pesannya yang disampakan pada kongres ke-10 dalam tahun 1807. Tapi apa yang dimaksud oleh Thomas Jefferson pada waktu itu dengan istlah “Public Relations” adalah dihubungkan dengan “foreign relations” dari Amerika Serikat.
Seorang ahli dalam bidang public relations, Edward L. Bernays, ketika ia berkunjung ke London pada akhir tahun 1966, telah mengemukakan pada suatu wawancara, bahwa ia berhak untuk mendapat julukan “the father of publc relations” dan ia dapat mengklaim hak ini, karena ia telah berjasa mempopulerkan istlah itu pada bukunya Crystalizing Public Opinion, yang dterbitkan pada tahun 1923.
Tetapi sebagian orang menganggap, bahwa penemu public relations modern adalah ivy Lee, karena pada tahun 1921 ia sudah mulai dengan secara regular menerbitkan sebuah buletin yang berjudul Public Relations di New York. Sebelumnya nama ivy Lee sudah terkenal juga dalam kalangan luas, karena jasa-jasanya yang dberikan pada suatu perusahaan Kereta Api, yaitu Pennsylvania Railroad. Dalam perusahaan itu ia menjabat sebagai “Excutive Assistant to The Presdent” dan ini merupakan, pengangkatan yang pertama kali didunia bagi seorang Kepala Public relations pada tingkat policy making. Dengan masuknya ivy Lee ke Pennsylvania Railroad, perusahaan itu mendapat sukses yang besar sekali.
Seperti telah dikemukan, bahwa Public Relations dapat dikatakan sebagai “two-way-communication”. Yang dimaksud dengan communication menurut William Albig dalam bukunya “Public Opinion” adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti diantara individu-individu.
Dengan adanya reaksi publik, maka seluruh proses komunikasi akan terjadi didalam Public Relations. Komunikasi selanjutnya akan meliputi response sebagai message yang disampaikan komunikan tadi kepada si pengirim message (komunkator).
Berikut beberapa pengertian Public Relation:
1. Menurut J.C. Seidel, Public Relations Director, Division of Housing, State of New York.
Public Relation adalah proses yang kontinu dari usaha-usaha management untuk memperoleh keuntungan dan pengertian dari para pelanggannya, pegawainya dan publik umumnya.
2. W. Emerson Reck, Public Relation Director, Colgate Unversity
Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijaksanaan, penentuan pelayanan-pelayangan dan sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang-orang atau golongan agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan goodwill dari mereka.
3. Howard Bonham, Vice Chairman American National Red Cross
Public Relation adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau suatu organisasi.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Public Relations adalah suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, keuntungan, kepercayaan, penghargaan pada dan dari publik suatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya.


C. Etika Dalam Kegiatan Public Relations
Telah kita ketahui ciri hakiki manusia bukanlah dalam hal pengertian wujud manusia (human being), melainkan proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan yang menyangkut watak, sifat, perangai, kepribadian, tingkah laku dan lain-lain, serta aspek-aspek yang menyangkut kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia (Soekotjo, 1993:102).
Menurut Soekotjo (1993), karena itu dalam konteks hubungan di Indonesia, yang baik terlebih lagi sebagai insan PR, maka akan tampak betapa pentingnya faktor etika. Disebut orang penting karena sebelum melaksanakan hubungan manusia, sikap etis harus tercermin terlebih dahulu pada diri seorang humas yang profesinya banyak menyangkut hubungan manusia.
Terlebih lagi sebagai manusia Indonesia, yang sifat paternalistiknya masih tampak di mana-mana, sikap etis seorang pemimpin terhadap bawahannya menjadi sangat penting karena seorang pemimpin harus mencerminkan sikap seorang panutan yang akan disegani oleh bawahan dan rekan-rekan sekerjanya. Aturan pertama dan pokok dari segala etika: Do what you want from others do to you?.
Dalam hubungannya dengan kegiatan manajemen perusahaan sikap etislah yang harus ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas harus menguasai etika-etika yang umum dan tidak umum antara lain:
1) Good communicator for internal and external public
2) Tidak terlepas dari faktor kejujuran (integrity) sebagai landasan utamanya
3) Memberikan kepada bawahan/karyawan adanya sense of belonging dan sense of wanted pada perusahaannya (membuat mereka merasa diakui/dibutuhkan)
4) Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus tetap dijaga
5) Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan kelompok yang berkepentingan
6) Menghormati prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia
7) Menguasai teknik dan cara penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat memberikan keputusan, dan pertimbangan secara bijaksana
8) Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya
9) Penuh dedikasi dalam profesinya
10) Menaati kode etik humas.
Etika Kehumasan atau Etika Profesi Humas merupakan bagian dari bidang etika khusus atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang profesi (Etika Profesi Humas). Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relations Professional), baik secara kelembagaan atau dalam struktur organisasi (PR by Function) maupun individual sebagai penyandang profesional Humas (PRO by Professional) berfungsi untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan ke depan, yaitu pergeseran system pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang lebih terbuka, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan dan pasar bebas, khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos (penetration) batas-batas wilayah suatu Negara (borderless), dan sehingga dampaknya sulit dibendung oleh negara lain sebagai target sasarannya.
Etika dalam industri PR juga dapat dikatakan dengan etika sosial. Etika sosial adalah menyangkutkan hubungan manusia yang mempunyai sikap kritis terhadap setiap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dalam pengertian etika sosial ini juga berkaitan dengan etika profesi, etika profesi adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap dan sesuai, tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan dan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.



D. Prinsip-prinsip Etika Profesi Public Relations 
Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia (Kerap, 1998:44).
Menurut Kerap, ada 4 prinsip etika profesi dalam Public Relation, yaitu :
1). Prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
2). Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya.
3). Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. kedua, otonomi itu juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan umum.
4). Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang profesional juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain atau masyarakat.

E. Etika dan Citra (Image) Dalam Public Relations
Pentingnya pemahaman etika bagi para pejabat humas karena menyangkut penampilan (profile) dalam rangka menciptakan dan membina citra (image) organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting dari humas tersebut diidentifikasikan oleh G.Sachs dalam karyanya The Extent and Intention of PR/Information Activities sebagai berikut: “Citra (image) adalah pengetahuan mengenai kita sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Penampilan (profile) adalah pengetahuan mengenai suatu sikap terhadap kita yang kita inginkan mempunyai ragam kelompok kepentingan”.
Penjelasan G. Sachs, yang disitir Effendy (1998), dapat disimak bahwa citra adalah dunia sekeliling kita yang memandang kita. Penampilan adalah definisi kita sendiri dari titik pandang mengenai kita. Sifat penampilan selalu berorientasi ke masa depan, dan citra menimbulkan efek tertunda serta menjadi subyek berbagai kendala dan gangguan. Sehubungan dengan informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa pertanyaan: informasi apa yang dikomunikasikannya, siapa yang mengkomunikasikannya, siapa yang menjadikan sasaran komunikasinya, dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan citra penampilan, tampak bahwa citra dan penampilan tidak pernah serupa dan tidak pernah tepat. Citra menjadi sasaran faktor-faktor yang sama sekali di luar kontrol kita. Mengenai faktor-faktor yang dapat kita pengaruhi dan yang mempengaruhi citra kita, jelas bahwa kegiatan pengkomunikasian informasi yaitu cara menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena merupakan kebijakan informasi.
Citra dan penampilan dalam kaitannya dengan etika dan nilai-nilai moral sudah disadari dan dipermasalahkan sejak lama, sejak humas dikonseptualisasikan, lebih–lebih setelah didirikan International Public Relation Association (IPRA). IPRA Code of Conduct, yaitu kode etik atau kode perilaku dari organisai humas internasional itu, diterima dalam konvensinya di Venice pada bulan Mei 1961. Berikut ini adalah ikhtisar dari kode etik tersebut.
1). Integritas pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi), reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA.
2). Perilaku klien dan karyawan: 
Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan.
Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan.
Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
Menjaga kompensasi yang tergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3). Perilaku terhadap publik dan media: 
Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
Tidak merusak integritas media komunikasi
Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan
Memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani
Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan khusus atau kepentingan pribadi yang tidak terbuka.
4). Perilaku terhadap teman sejawat: 
Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.
Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau kliennya.
Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.

F. Perihal Etiket Serta Hubungannya Dengan Public Relations
Istilah etiket sebagai terjemahan dari bahasa Perancis etiquette secara harfiah berarti peringatan, secara maknawi menurut The Random House Dictionary of The English Language, berarti persyaratan konvensional mengenai perilaku sosial (conventional requirements as to social behavior). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etiket diartikan sebagai tata cara dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusianya. 
Definisi di atas menjelaskan bahwa etiket adalah peraturan, baik secara tidak tertulis maupun tertulis, mengenai pergaulan hidup manusia dalam suatu masyarakat yang beradab. Perkataan “beradab” menunjukkan bahwa seseorang merasa dirinya beradab harus mengenal tata cara hidup dalam pergaulan dengan manusia lain. Apabila ia tidak peduli akan etiket pergaulan, maka ia akan dinilai tidak beradab. Lalu timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan beradab atau peradaban itu? Peradaban atau sivilisasi (civilization), menurut kamus di atas berarti sebuah keadaan masyarakat manusia yang maju yang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu pengetahuan, industri, dan pemerintahan pada tingkat tinggi (an advance state of human society, in which a high level of culture, science, industry, and government has been reach).
Etiket berkaitan dengan tata cara pergaulan modern yang biasanya dihubungkan dengan kehidupan bangsa barat yang memang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu pengetahuan, industri, dan pemerintahan yang tinggi. Etiket dalam hal tertentu berhubungan dengan etika, tetapi tidak selalu, sebab etika seperti telah dijelaskan tadi berhubungan dengan penilaian benar atau salah dan baik atau buruk yang dilakukan secara sengaja. Seorang yang berperilaku tidak etis dalam arti kata tidak mempedulikan etika adalah menyinggung perasaan orang lain, kelompok lain, atau bangsa lain, karena tindakannya dilakukan dengan sengaja. Seseorang yang tidak tahu etiket tidak dapat dinilai tidak etis. Etiket berfungsi seseorang dinilai beradab sebagaimana disinggung diatas. Demikianlah dalam pergaulan modern dikenal etiket berpakaian, etiket makan, etiket minum, etiket bertamu, dan lain sebagainya.
Paparan di atas merupakan isyarat para pejabat humas betapa pentingnya etika dan etiket bagi para pejabat humas dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, sebab penampilannya menyangkut citra organisasi yang diwakilinya.
Kolonel William P. Nickols, Direktur Humas Angkatan Darat Amerika Serikat, pernah menyajikan suatu ilustrasi yang sangat bagus kepada para tarunanya mengenai pentingnya penjagaan citra organisasi yang menjadi tanggung jawab humas. Dia berucap begini:
“ Humas adalah ibarat cermin yang Anda pegang di depan organisasi Anda, sehingga Anda, organisasi yang Anda wakili, dan publik, dapat melihat segala sesuatu yang tampak pada cermin tersebut. Jika cermin itu retak, kotor dan banyak goresan, akan memantulkan gambaran atau citra yang rusak di wajah organisasi Anda yang sebenarnya. Akan tetapi, apabila cermin itu bersih cemerlang akan memperlihatkan wajah organisasi Anda yang sebenarnya pula, terang dan jelas. Misalkan pada wajah organisasi Anda terdapat noda, apakah karena penampilan Anda, kebijaksanaan Anda, atau kegiatan yang Anda lakukan, maka itu semua dengan mudah dapat menyentuh perasaan publik Anda. Cermin yang cacat tidak akan dapat menunjukkan noda-noda tadi. Dan Anda, demikian pula organisasi Anda dan publik Anda tidak akan mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sebaliknya cermin yang utuh cemerlang akan membangkitkan perhatian untuk segera menghilangkan noda-noda tersebut.”
Jadi humas diibaratkan cermin, dan yang bertugas memelihara dan bertanggung jawab atas kebersihan itu adalah pejabat humas beserta staf yang dipimpinnya dengan cara senantiasa menjaga etika dan etiket dalam pergaulan hidup sehari-hari, baik dengan publik internal maupun eksternal.
G. Etika Dalam Kegiatan Public Relations
Sebenarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh PR officer harus beretika karena tujuan umum dari berbagai kegiatan PR adalah cara menciptakan hubungan harmonis antara organisasi/perusahaan yang diwakilinya dengan publiknya atau stakeholder. Hasil yang diinginkan yaitu terciptanya citra positif (good image), kemauan baik (good will), saling menghargai (mutual appreciation), saling timbul pengertian (mutual understanding), toleransi (tolerance) antara kedua belah pihak. Jadi program kerja etika PR dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang diantaranya adalah :
Special event
Social marketing public relations
Marketing public relations
Press and media relationship
Business communication public relations
Advertising public relations
Crisis management and complaint handling public relations
Public relations writing
Public relations campaign
Kegiatan PR tersebut bukanlah pekerjaan yang sangat mudah, akan tetapi harus dikelola secara profesional dan serius serta penuh konsentrasi, karena berkaitan dengan kemampuan PR dalam manajemen teknis dan sebagai keterampilan manajerial agar dapat mencapai tujuan atau sasaran sesuai dengan rencana yang diharapkan. 




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang PR officer harus memiliki prinsip-prinsip :
a. Tanggung jawab
Seorang PR harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap profesi, hasil dan dampak yang tampak yaitu:
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya artinya keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pada standar profesi. Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan serta pelaksanaan profesi tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi/perusahaan dan masyarakat umum, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat dan berguna yang baik bagi dirinya atau pihak lain. Prinsip sebagai profesional harus berbuat yang baik dan tidak untuk berbuat sesuatu yang merugikan.
Ketidakterikatan (kebebasan) Para profesional memiliki ketidakterikatan atau keberpihakan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa khawatir atau ragu-ragu, tetapi memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagai standard perilaku profesional.
b. Kejujuran
Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang dimilikinya, mengakui akan kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
c. Keadilan
Dalam menjalankan profesinya maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain, lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Selain itu harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat dan milik bagi pihak lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyek dalam kehidupan masyarakat.
d. Otonomi
Seorang profesional memiliki kebebasan secara otonomi dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuannya, organisasi dan departemen yang dipimpinnya melakukan kegiatan operasional atau kerjasama yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apapun yang dilakukannya itu adalah merupakan konsekuensi dari tangggung jawab profesi, kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki bagi setiap profesional.











DAFTAR PUSTAKA

https://incidentalwords.wordpress.com/2013/12/22/etika-dalam-public-relation/
http://belajarkomunikasilagi.blogspot.com/2012/11/etika-pr-manfaat-etika-dan-etiket.html
http://zoetmeisje.doodlekit.com/blog/entry/3807671/hukum-etika-dan-kehumasan
https://incidentalwords.wordpress.com/2013/12/22/etika-dalam-public-relation/
http://januar-ari.blogspot.co.id/2012/05/makalah-etika-profesi-humas.html

1 komentar: