Senin, 06 Februari 2017

MANFAAT PENELITIAN SOSIOLOGI BAGI PEMBANGUNAN


1. Pengantar
            Pembangunan merupakan suatu proses perubahan di segala bidanng kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Pembangunan nasional di Indonesia, misalnya merupakan suatu orises oerubahan yang dilakukann rencana tertentu, dengan sengaja, dan memang dikehendaki, baik oleh Pemerintah yang menjadi pelopor pembangunan maupun masyarakat. Tujuan dari proses pembangunan adala meningkatkan taraf hidup masyarakat yang meliputi:
a.       Pembangunan harus bersifat rasionalistis, yaitu yang berlandaskan pada pertimbangan rasional,berdasarkan fakta dan membentuk suatu kerangka yang sinkron.
b.      Adanya rencana pembangunan dan proses pembangunan. Artinya, adanya keingan untuk selalu membangun pada ukuran dan haluan yang terkoordinasi secara rawsional dalam suatu sistem.
c.       Peningkatan produktivitas.
d.      Peningkatan standar kehidupan.
e.       Kedudukan, peranan, dan kesempatan yang sederajat dan sama dibidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
f.       Pengembangan lembaga sosial dan sikap masyarakat.
Adapun sikap masyarakat:
                                i.            Efisiensi,
                              ii.            Kerajinan dan ketekunan,
                            iii.            Keteraturan,
                            iv.            Ketetapan,
                              v.            Kesederhanaan dan kecermatan,
                            vi.            Ketelitian dan kejujuran,
                          vii.            Bersifat rasional dalama mengambil keputusan,
                        viii.            Selalu siap untuk menghadapi berbagai perubahan,
                            ix.            Selalu mempergunakan kesempatan dengan benar
                              x.            Giat dalam usaha,
                            xi.            Mempunyai integritas dan dapat berdiri sendiri,
                          xii.            Bersikap kooperatif.
g.      Konsolidasi nasional
h.      Kemerdekaan nasional.
2.        Cara Melangsungkan Pembangunan
Adapun cara yang digunakan guna mencapai tujuan dari pembangunan adalah:
a.       Struktural, yang mencakuo perencanaan, pembentukan dan evaluasi terhadap lembaga-lembaga sosial, prosedurnya serta pembangunan secara material.
b.      Spiritual, yang mencangkup watak dan pendidikan dalam penggunaan cara-cara berpikir secara ilmiah.
c.       Struktural dan spiritual.
Cara-cara tersebut di atas dapat ditempuh, oleh karena secara analitis masyarakat terdiri dari struktur sosial yang mencangkup ekonomi, teknologi dan sistem kedudukan serta peranan dan sistem pemerinatahan yang mengatur distribusi kekuasaan dan wewenang dan kebudayaan yang mencakup sistem nilai.
3.      Syarat yang Diperlukan
Syarat yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu pembangunan yaitu kemauan yang keras, serta kemampuan untuk dapat memanfaatkan setiap kesempatan bagi keperluan oembangunan. Masyarakat juga harus aktif  dalam memecahkan masalah-masalah dan memiliki sikap terbuka bagi pikiran-pikiran dan usaha-usaha baru. Selain itu diperlukan adanya kelompok yang kreatif atau minoritas pemimpin-pemimpin yang kreatif, dan massa yang kritis. Selanjutnya modal serta bahan baku untuk proses pembangunan material.
Dan juga warga sebagai individu haruslah dapat berkarya dan tidak tergantung pada warga masyarakata lainnya. Warga masyarakat juga harus melatih dirinya untuk bersikap jujur dan senantiasa berorientasi ke muka, sehingga proses kehidupannya dapaat direncanakan, baik mengenai aspek spiritual maupun materialnya.
4.      Tahap-Tahap Pembangunan
1.      Tahap Perencanaan
Pada tahap ini perlu diadakannya identifikasi terhadap berbagai kebutuhan masyarakat,pusat perhatiannya,stratifikasi sosial, pusat kekuasaan, maupun komunikasi.
2.      Tahap Penerapan/Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukannya penyorotan pada kekuaatan sosial dalam masyarakat. Dan dilakukannya pengamatan terhadap perubahan sosial hyang terjadi.
3.      Evaluasi
Tahap terakhir ini dilakukannya analisis terhadap eferk pembangunan sosial. Sebab mengadakan pembangunan tidaklah cukup apabila hanya dolandasi iktikad baik dan semangat saja. Usaha lainnya sangat diperluka n untuk mengidentifikasikan apa yang kurang, apa yang macet, apa yang mundur dan apa yang telah merosot. Maka hal-hal tersebut memerlukan pengadakan, pembetulan, penanbahan modal, pelancaran, dan peningkatan secara proporsional
5.      Penelitian Sosiologis
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilandaskan pada analisis dankonstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis,sistematis, dan konsisten. Tujuannya untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah-satu manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya.
Adapun jenis penelitian:
a.       Penelitian murni, bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara teoritis
b.      Penelitian yang terpusakan pada masalah, bertujuan memecahkan masalah yang timbul dalam perkembangan teori
c.       Penelitian terapan, bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat atau pemerintah.
Penelitian sosiologis merupakan proses pengungkapan kebenaran yang didasarkan pada penggunaan konsep-konsep dasar yang dikenal dalam sosiologi sebagai ilmu. Dalam sosiologi dikennal beberapa konsep dasar seperti:
a.       Interaksi sosial,
b.      Kelompok sosial
c.       Kebudayaan
d.      Lembaga sosial
e.       Lapisan sosial
f.       Kekuasaan dam wewenang
g.      Perubahan sosial
h.      Masalah sosial
Hasil penelitian sosiologis dapat dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu sosial lainnya. Hal ini disebabkan karena penelitian sosiologis memusatkan perhatiannya pada masyarakat, yang merupakan wadah kehidupan bersama dalam aspek-aspek, yang berupa fisik,biologis, politis,ekonomis,sosial,budaya,kesehatan,HANKAM, dan hukum.
Hasil penelitian sosiologis tersebut akan dapat memberikan masukan pada ilmu-ilmu lainnya. Misalnya, penelitian sosiologis dapat memberikan masukan pada ilmu bhukum khusus mengenai proses penegakan hukum dan keadilan yang brgantung pada berbagai faktor kemasyarakatan.
6.        Manfaat Penelitian Sosiologis Bagi Pembangunan
Adapun manfaat penelitian sosiologis pada tahap-tahap pembangunan, maka mencakup hal-hal berikut:
a.       Pola interaksi sosial, yang dimaksudkan untuk nmenciptakan yang mendukung pembangunan.
b.      Kelompok-kelompok sosial yang menjadi bagian masyaraakt
c.       Kebudayaan yang berintikan pada nilai-nilai
d.      Lembaga-lembaga sosial yang merupakan kesatuan kaidah-kaidah yang berkisar pada kebutuhan dasar manusia dan kelompok sosila
e.       Stratifikasi sosial yang merupakan pembedaan penduduk dalam kelas-kelas sosial secara vertikal
Segala hasil penelitian sosiologis yang telah dilakukan pada tahap perencanaan dan penerapan, akan dapat digunakan sebagai bahan yang akan dinilai pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi dapat diadakan penilaian dengan menggunakan beberapa ilmu pengtahuan.
7.      Penutup
Pembangunan sebagai suatu proses yang direncanakan dan dikehendaki, harus dipertimbangkan adanya berbagai suku dan kebudayaan khusus tersebut. Pembangunan seyogyanya dilaksanakan berlandaskan kenyataan tersebut, yang diserasikan dengan kepentingan nasional. Penelitian-penelitian sosiologis akan dapat memberikan data yang diperlukan untuk mengadakan keserasian tersebut, sehingga pertentangan yang negatif dapat dihindarkan dengan cara yang persuasif.

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat norma aturan yang bersifat khusus yang mengatur tentang kekuasaan pemerintah dalam menjalankan kewenangannya. Hakekat hukum sebagai norma/kaidah memberi wewenang dan mengatur lembaga bagaimana seharusnya menjalankan fungsi pemerintahan yang baik dan resiko atas tindakan pemerintah tersebut supaya hubungan antara masyarakat dan pemerintah akan terjamin dan terlindungi ketika kewenangan peerintah dijalankan sesuai dengan kewenangannya. Kaidah/ norma sendiri adalah sebagai instrumen yuridis yang digunakan sebagai landasan bagi penguasa untuk terlibat secara tim dengan masyarakat dalam menjalankan kursi pemerintahan banyak berpijak dalam norma dan wewenang dengan demikian hukum administrasi diarahkan pasif,tanpa memepersoalkan darimana isi hukum itu. Ada beberapa ahli yang mencoba memberikan pengertian dari Hukum Administrasi Negara salah satunya adalah Oppenheim yang mengemukakan bahwa Hukum Administrasi adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak. Sedangkan Logemann mengetengahkan Hukum Pemerintahan / Hukum Administrasi Negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat (Alat Tata Usaha Negara / Alat Administrasi Negara) melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum Administrasi Negara tidak identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara, karena hukum yang mengatr pekerjaan administrasi negara sudah termasuk dalam hukum tata negara. Selain itu, De La Basscecour Caan menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (bereaksi). Dengan demikian pepraturan-peraturan itu mengatur hubungan – hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya. Hukum Administrasi Negara terbagi atas dua bagian, yakni : pertama, Hukum Administrasi Negara menjadi sebab maka nefara berfungsi atau bereaksi; Kedua, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan antara warga nefara dengan pemerintah. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negaraq adalah hukum yang mengatur dan mengikat alat administrasi negara dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya selaku alat administrasi negara dalam melayani warga negara. Hukum Administrasi Negara sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara. Keberadaan Hukum Administrasi Negara berperan mengatur wewenang, tufas dan fungsi administrasi, disamping itu juga berperan untuk membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrai negara.


1.2  Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Adapun ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara adalah bertalian erat dengan tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di tingkat pusat maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lembaga negara (administrasi negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat negara (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi negara itu sendiri. Dalam perkembangan sekarang ini dengan kecenderungan negara turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum Administrasi Negara (han) menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan membuat luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN. Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Oleh karenanya negara hanya sekedar penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan dan atau benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak berkembang dan bahkan statis. Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun di negara-negara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal itu, maka perlu dibentuk hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga negara apabila sewaktu-waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada watga masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di samping itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat huhkum harus juga mampu memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak terpaku kepada pemikiran yang konnservatif dengan tetap memperhatikan faktor-faktor sosiologis, antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian seperti apa yangdikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus memperhatikan, memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi klasik dari hukum. Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara, Prajudi Atmosudirjdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang dipelajari dalam HAN yaitu meliputi:
1)      Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara
2)      Hukum tentang organisasi negara
3)      Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administtrasi negara, terutama yang bersifat yuridis
4)      Hukum tentang sarana-sarana dari adinistrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara
5)      Hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah, yang dibagi menjadi:
a)      Hukum administrasi kepegawaian
b)      Hukum administrasi keuangan
c)      Hukum administrasi materil
d)     Hukum administrasi perusahaan negara
6)      Hukum tentang peradilan administrasi negara.
Sedangkan Walther Burekhardt menyebutkan bidang-bidang pokok bagian dari Hukum Administrasi Negara, yaitu:
1.      Hukum kepolisian, berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma untuk bertingkah laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebebasan seseorang guna kepentingan keamanan umum
2.      Hukum perlembagaan, yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada penguasa untuk menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan dalam lapangan kebudayaan, kesenian, ilmu pengetahuan, kerohanian dan kejasmanian, kemasyarakatan dan lain-lain (pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah, perpustakaan, tentang rumah sakit). Dengan meluasnya bidang-bidang kebebasan bergeraknya perseorangan maka penguasa wajib mengatur hubungan hukum individu-individu tersebut berdasarkan tugasnya yakni menyelenggarakan kepentingan umum;
3.      Hukum keuangan, yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan perbekalan guna melaksanakan tugas-tugas penguasa. Misalnya, aturan tentang pajak, bea dan cukai, peminjaman uang bagi negara dan lain-lainnya.
1.3  Hukum Publik dan Hukum Privat
Hukum Administrasi Negara secarfa tegas merupakan bagian dari hukum publik, yaitu hukum yag mengatur hubungan hukum antara kekuasaan negara dan masyarakat. Cabang hukum publik lainnya adalah hukum pidana. Pemerintah sebagai pelaksana sehari-hari kekuasaan negara merupakan pembuat dan pelaksana dari Hukum Administrasi Negara. Pemerintah dalam hal inni dapat menciptakan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara, selain itu pemerintah juga melaksanakan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara yang berlaku bagi dirinya sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Selain hukum publik, dikenal juga adanya hukum privat. Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara pribadi-pribadi / badan-badan hukum yang ada di masyarakat. Hukum pribat merupakan hukum yang lebih banyak bersifat keperdataan, dan tidak memerlukan kekuasaan hukum publik untuk mengaturnya. Contohnya dari hukum kebendaan, hukum perjanjian dan lain sebagainya. Hubungan hukum yang terdapat dalam hukum privat adalah hubungan hukum antara pribadi-pribadi hukum dan lebih bersifat personal. Perkembangannya, pembagian hukum publik dan hukum privat seperti yang disebutkan diatas, tidak dapat lagi dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, pemerintah sebagai badan hukum publik seringkali bersinggungan dengan ketentuan-ketentuan hukum perdata. Seperti misalnya dalam pelaksaan perjanjian pemborongan antara pemerintah dengan pihak ketiga dalam mengerjakan pembangunan sarana dan prasarana milik pemerintah. Pada perjanjian pemborongan tersebut, pemerintah wajib tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum privat yang mengatur tentang perjanjian. Selain itu, pemerintah dalam mendirikan badan usaha juga tunduk pada ketentuan hukum perdata yang mengatur tentang pendirian perusahaan (hukum perseroan). Adakalanya pemerintah juga mendirikan yayasan-yayasan untuk melaksanakan berbagai kepentingannya, dan ketentuan hukum yang mengatur tentang yayasan adalah ketetntuan hukum privat. Oleh karena itu, sebenarnya telah terjadi percampuran antara hukum publik dan hukum perdata dalam praktik pemerintahan sehari-hari.
1.4  Kekuasaan dan Kewenangan
Kekuasaan dan kewenangan merupakan dua hal yang berbeda namun memiliki persaaan diantara keduannya. Kekuasaan lebih banyak berkaitan dengan hal-hal yang bersifat formal sedangkan kewenangan lebih banyak berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya materiil. Kekuasaan adalah formalitas kewibawaan dari para pejabat administrasi negara, sedangkan kewenangan adalah kekuatan materiil yang dimiliki oleh setiap pejabat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Baik kekuasaan maupun kewenangan, keduanya diperoleh dari berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang administrasi negara. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seringkali tidak dapat memberdakan antara kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh pejabat administrasi negara. Banyak hal yang menjadikan perbedaan antara keduanya menjadi rancu. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dala Undang-Undang Dasar 1945 merupakan legalitas formal yang dimiliki oleh seorang Presiden, sedangkan kewenangan pemerintahan adalah tindakan-tindakan materil yang dapat dilakukan oleh seorang Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya sehari-hari. Dengan legalitas formal yang dimilikinya, seorang Presiden memiliki kekuasaan untuk mempertahankan dan melindungi wilayah Republik Indonesia, sedangkan dengan kewenangan pemerintahan yang dimilikkinya, Presiden dapat melakukan berbagai tindakan hukum dan keputusan pemerintahan untuk melaksanakan kekuasaan formal yang dimilkinya. Oleh karena itu antara kekuasaan dan kewenangan sebernarnya terjadi hubungan yang saling berkaitan dan sinergi di antara keduanya. Namun demikian, sinergi diantara keduanya harus diawasi agar tidak tercipta kesewenang-wenangan.

1.5  Legalitas
Legalitas merupakan dasar untuk menguji apakah tindakan dari pejabat administrasi negara telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Selain itu, legalitas juga merupakan dasar untuk menguji keabsahan keputusan pejabat administrasi negara di pengadilan tata usaha negara. Secara umum, legalitas merupakan ukuran keabsahan terhadap setiap tindakan hukum dan pelaksanaan kewenangan dari pejabat administrasi negara. Berikut adalah kriteria-kriteria yang dapat dipakai untuk menguji legalitas dari tindakan pejabat administrasi negara;
a.       Apakah tindakan pejabat tersebut berdasarkan ketentuan hukum atau tidak?
b.      Apakah tindakan pejabat tersebut sesuai dengan kewenangannya atau tidak?
c.       Apakah tindakan pejabat tersebut tidak melampaui kewenagan yang diberikan?
Sedangakan kriteria yang dapat dipakai untuk menguji keputusan yang dibuat oleh pejabat administrasi negara adalah antara lain;
a.       Keputusan tersebut mempunyai dasar hukum atau tidak?
b.      Keputusan yang dibuat sesuai dengan kewenangan yang diberikan atau tidak?
c.       Keputusan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan atau tidak?
Dari berbagai kriteria yang diberikan tersebut, maka setiap anggota masyarakat dapat menilai apakah tindakan hukum dan keputusan pejabat administrasi negara telah sesuai dengan berbagai ketentuan perundang-undangan yang ada dan apabila memang dianggap merugikan maka setiap anggota masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap tindakan dan keputusan tersebut dan selanjutnya membawa sengketa tersebut untuk diselesaikan di Peradilan Tata Usaha Negara.
1.6  Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
RUU Administrasi Pemerintahan (RUU AP) merupakan semacam revolusi dari perkembangan Hukum Administrasi Negara di Indonesia. Hal ini disebabkan RUU tersebut merupakan pengaturan secara umum mengenai aktivitas dari para petugas/pejabat administrasi negara yang selama ini belum diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hal tersebut. Selain itu RUU tersebut juga merupakan hukum materiil dari UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU 5/1986 UU 9/2004). Oleh karena itu, dengan disahkannya RUU tersebut nantinya, maka Hukum Administrasi Negara di Indonesia akan menjadi pelengkap, baik HAN materrl maupun HAN formil. Pada RUU tersebut, ada 20 asas dari asas-asas umum pemerintahan yang baik yang dimuat dan menjadi ketentuan yang diatur dalam batang tubuh RUU tersebut. Dengan dicantumkannya kedupuluh asas tersebut, maka tidak lagi hanya menjadi prinsip-prinsip hukum, akan tetapi dengan berlakunya RUU tersebut nantinya, akan menjadi norma hukum bagi setiap tindakan dan perilaku dari petugas/pejabat publik dalam melaksanakan tugas pemerintahannya sehari-hari. Selain itu, dalam RUU ini juga diatur mengenai kerjasama antar instansi pemerintah, komunikasi elektronik, prosedur pengambilan keputusan, pembatalan keputusan, upaya administratif dan lain sebagainya. Oleh karena itu, RUU ini merupakan kemajuan yang signifikan dalam pengembangan Hukum Administrasi Negara di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
ARAH PERTUMBUHAN PEMBANGUNAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA

2.1  Situasi Problematis dalam Administrasi Negara Indonesia
Di Indonesia, sistem administrasi negara yang menjadi pilar pelayanan publik menghadapi masalah yang sangat fundamental. Pertama, sebagai fakta sejarah bangsa sistem administrasi yang sekarang diterapkan adalah peninggalan pemerintah kolonial yang juga memiliki dasar-dasar hukum dan kepentingan kolonial. Struktur birokrasi, norma, nilai dan regulasi yang ada sekarang masih berorientasi pada pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan Hak Sipil warga negara . tidak mengherankan jika struktur dan proses yang dibangun merupakan instrumen untuk mengatur dan mengawasi perilaku masyarakat sebagai pelayan, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Misi utama administrasi negara dengan paham kolonial tersebut adalah untuk mempertahankan kekuasaan dan mengontrol perilaku individu. Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi yang berorientasi kolonial tersebut telah menyebabkan gagalnya ipaya untuk memenuhi aspirasi dan kebtuhan masyarakat. Kualitas dan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik masih jauh dari harapan. Masih belum tercipta budaya pelayanan publik yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan. Sebaliknya, yag terbentuk adalah obsesi para birokrat dan politisi untuk menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan hasrat dan kekuasaan. Karena itulah, kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi terus terjadi dalam kurun waktu yang lam sejak kita merdeka.
Pada sisi lainnya, gagalnya pembangunan di Indonesia, khususnya belum optimalnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam birokrasi, juga disebabkan oleh ketiadaan grand design reformasi dan reposisi peran administrasi negara. Hal ini pula yang menyebabkan birokrasi belum dipandang sebagai faktor terpenting penggerak pembangunan. Dalam konteks ini ada yang selalu terlupakan oleh elite pemimpin bangsa Indonesia tentang pentingnya birokrasi negara dalam menata strategi pembangunan. Bahkan peran administrasi pembagunan dan pembangunan adminstrasi dapat dikatakan sangat termarjinalisasi oleh prioritas pembangunan ekonomi, hukum, sosial dan politik. Penataan sistem penggajian PNS adalah salah satu agenda besar dan harus menjadi bagian dari revitalisasi administrasi negara. Tim penyusun mengatakan bahwa salah satu penyebab tidak optimal-atau mungkin gagalnya-pembangunan dan juga pembangunan dalam bidang birokrasi negara.
2.2  Faktor-Faktor yang Saling Mempengaruhi
Praktik korupsi dalam birokrqasi telah meniulkan ekonomi biaya tinggi karena tidak terkait dengan kegiatan priduksi dalam penciptaan nilai. Secara individual perilaku korupsi dianggap sangat fungsional untuk mengatasi problem rendahnya gaji pegawai negeri, meskipun demikian perilaku tersebut dapat merugikan rakyat banyak karena perilaku korupsi pada akhirmya merupakan prinsip zero sum game dimana apabila ada  pihak yang diuntungkan maka selalu ada pihak yang dirugikan. Biaya yang harus ditanggung akibat perilkau korupsi pada akhirnya merupakan beba pada masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik dalam hal ini masyarakat menanggung biaya ganda yaitu poembayaran legal dalam bentuk pajak dan pembayaran ilegal dalm bentuk pungutan liar dan sogokan yang merupakan bagian dari perilaku korupsi. Kompleksitas permasalahan korupsi dalam birokrasi merupakan lingkaran setan yang sangat dipengaruhi faktor budaya, faktor individu, faktor organisasi dan faktor kelembagaan. Dari faktor budaya korupsi seakan-akan sudah diterima sebagai sebuah tradisi dalam birokrasi. Budaya yang terinternalisasi dalam waktu yang lam yang telah diterima menjadi bagian dari birokrasi di Indonesia. Misalnya, dalam kasus pelayanan publik sering kali pemberian uang suap kepada aparat atau pejabat disebabkan oleh karena orang merasa perlu memberi sejumlah uang sebagai imbalan bagi pelayanan yang mereka terima, meskipun hal itu tidak menajdi bagian dari prosedur administrasi. Ini yang disebut sebagai budaya sungkan atau budaya tidak enak dari masyarakat Indonesia.
2.3  Menuju Reformasi Birokrasi
1.      Komitmen dan National Leadership
Reformasi birokrasi negara harus bermula dari bisi dan komitmen orang nomor satu di negteri ini. Ia harus menjadi kekuatan gerakan nasional tentang pentingnya melakukan reposisi dan revitalisasi administrasi negara. Sebagai perbandingan misalnya, Korea Selatan telah melakukan reposisi dan revitalisasi peran administrasi negara sejak tahun 1980-an. Beberapa reformasi yang dilakukan saat itu adalah melalui civil servant ethic act pada tahun 1981, civil servant property registration, civil servant gifts control, civil servant consciuosness reform movement dan social purification movement (Hwang, 2004). Pada masa pemerinthan Rho Tae Woo pada tahun 1988, reformasi administrasi negara diperkuat melalui deregulasi dan simplifikasi prosedur, restrukturisasi pemerintah pusat dan penguatan peran komisi reformasi administrasi. Semua usaha Korea Selatan untuk merevitalisasi administrasi negara tidaklah sia-sia, karena hasilnya adlah efisiensi dan terciptanya administrasi negara yang profesional, bersih dan berwibawa. Belajar dari Korea Selatan, unci terjadinya reposisi dan revitalisasi administrasi adalah komitmen dan visi dari political leadership negara ini untuk mengagendakan hal tersebut menjadi gerakan nasional pembaharuan administrasi negara. Dan hal ini harus mendarah daging dalam setiap diri pemimpin politik dan penyelenggara negara. Ketiadaan komitmen dan paradigma tentang peran, ke fungsi administrasi negara dalam pembangunan negara telah mejadi penyebab reformasi birokrasi di Indonesia tidak memiliki visi, kehilangan ruh dan berjalan sangat sporadis. Sampai sekarang tidak terlihat bentuk atau grand design yang diinginkan dalam rangka reformasi birokrasi, tidak adnaya kemauan politik dari permerintah. Ada dua arah yang harus dituju oleh komitmen dan national leadership dalam reformqasi birokrasi. Pertama,komitmen untuk melakukan modernisasi birokrasi dan kedua, komitmen untuk menegakkan hukum bagi setiap pelanggaran birokratris mulai dari maladministrasi, korupsi, kulusi dan nepotisme.
2.      De-kooptasi dan Netralisasi Birokrasi oleh Parpol
Dalam pandangan Tim, grand design reformasi birokrasi harus
 beraras dari problem utama yang sedang kita hadapi. Birokrasi pemerintah semakin terkooptasi dan terintervensi oleh partai politik yang mempersiapkan kemenangan pemilu bagi partainya. Sudah maklum bagi kita, bahwa sejak zaman Orde Baru kedudukan birokrasi tidak lagi bisa dikatakan netral terhadap partai politik. Pada masa itu, struktur dan kultur kelembagaan birokrasi dikuasai dan dalam kerangka kepentingan single majority Golkar. Tidak ada perbedaan antara pejabat karir dan pejabatpolitik. Keadaan ini berlarut larut dan membentuk tidak saja sikap, perilaku,nilai, kultur para pejabat birokrasi dan juga sistem kerja, tetapi juga cara pandang dan budaya interaksi rakyat terhadap birokrasi. Itulah sebabnya cara berpikir birokrat lebih berorientasi pada kekuasaan daripada pelayanan. Sebaliknya dari sisi rakyat, tidak ada yang cuma-cuma yang dapat diperoleh dari penguasa birokrasi, sekalipun hal tersebut sudah menjadi haknya.
3.      Profesionalisasi Birokrasi
Di kebanyakan negara-negara berkembang yang sudah mengalami transformasi ke negara maju, reformasi birokrasi merupakan langkah awal dan prioritas dalam pembangunan. Birokrasi menjadi sektor pembangunan (administrative Development) sekaligus menjadi instrumen penting pembangunan (Development Administration). Reformasi birokrasi negara di negara-negara tersebut pada umumnya dilakukan melalui dua strategi yaitu; (1) merevitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor penggerak reformasi administrasi, dan (2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal struktur, proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat. Strategi pertama dapat dilakukan melalui penguatan peran dan fungsi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Lembaga Administrasi Negara sebagai motor reformasi administrasi. Karena itu kepada kedua lembaga ini harus diberikan kewenangan yang bersifat policy (policy agency) dan juga kewenangan yang bersifat eksekusi (executing agency).
4.      Pengaturan Prosedur Administrasi Pemerintahan
Hal lain yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas birokrasi  adalah penyusunan Undang-Undang tentang Prosedur Administrasi Pemerintahan. Di beberapa negara Undang-Undang ini menjadi dasar dalam Pembuatan Keputusan Administrasi yang transparan, akuntabil dan partisipatif. Dengan proses administrasi pemerintahan yang semakian baik dan semakin akuntabel, maka kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis juga semakin meningkat. Hal ini tentu saja akan semakin kondusif bagi iklim investasi. Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan saat ini
sedang disiapkan oleh Kementrian PAN dan dalam proses legislasi.
5.      Pakta Intgritas dan Komitmen semua Pihak
Reformasi birokrasi tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen
semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis. Karena itu salah satu instrumen penting dalam reformasi birokrasi adalah pakta Integritas. Sebuah komitmen bersama baik dari PNS, Pelaku bisnis dan masyarakat untuk bersama-sama menekankan azas – azas sebagai berikut; tidak memikirkan diri sendiri, integritas yang tinggi, obyektif, akuntabel, keterbukaan, kejujuran, dan kepemimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Kesepakatan untuk tidak melakukan praktik KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hanya dengan berkomitmen, birokrasi yang bersih dan berwibawa dapat menciptakan iklim investasi yang berdaya saing tinggi.
6.      Citizen=s Charter
     Perubahan sistem selanjutnya dalam Administrasi Negara adalah menciptakan relasi yang baru antara pemerintah dan masyarakat. Relasi baru ini penting untuk memperkuat kedudukan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Di beberapa negara instrumen menciptakan penguatan peran dan kedudukan masyarakat terhadap negara dilakukan melalui Citizen’s charter yang merupakan komitmen pemerintah untuk memenuhi harapan-harapan masyarakat. Dengan demikian dorongan perubahan administrasi negara tidak saja berasal dari pemerintah sendiri, tetapi juga dari lingkungan eksternal masyarakat. Hal ini sejalan dengan Pendapat para pakar reformasi birokrasi bahwa reformasi birokrasi merupakan proses politik yang bertujuan untuk merubah hubunganhubungan internal birokrasi, maupun hubungan antara birokrasi dengan masyarakatnya. Perubahan sistem administrasi negara melalui citizen’s charter telah dipergunakan oleh beberapa negara seperti di Inggris, Selandia Baru, Malaysia dan Singapura. Dalam hal ini harus disusun norma yang mewajibkan birokrasi untuk membuat kesepakatan dengan warganya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
7.      Transparasi dan Partisipasi Publik dalam Birokrasi Negara
Hal terakhir yang juga harus menjadi perhatian dalam reformasi administrasi negara adalah bagaimana upaya menciptakan transparansi dan partisipasi publik dalam penyelenggaran pemerintahan. Di beberapa negara jaminan hukum terhadap transparansi dan partisipasi publik tertuang dalam Undang-Undang maupun Peraturan Daerah. Dalam hal ini arah pertumbuhan dan perubahan sistem yang diharapkan sebagai upaya untuk melakukan reformasi birokrasi adalah bagaimana menjamin pemberian akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolalaan pemerintahan dan juga berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sistem administrasi negara masih menghadapi permasalahan fundamental, yaitu masih diterapkannya sistem administrasi peninggalan kolonial, struktur birokrasi dan regulasi yang masih berorientasi pada kepentingan penguasa, kualitas dan kompetensi aparat birokrasi dan ketiadaan grand design reformasi dan reposisi peran administrasi negara. Reformasi birokrasi yang telah dilakukan hanya berhasil merubah struktur organisasi lembaga-lebaganya saja dan tidak diikuti dengan perubahan budaya di dalam lembaga tersebut, sehingga dampaknya terlihat kepada kinerja lembaga tersebut, sehingga dampaknya terlihat kepada kinerja lembaga birokrasi yang belum selaras dengan afenda reformasi. Kinerja pegawai negeri sipil sebagai sistem birokrasi belum enunjukkan hasil yang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pengelolaan pegawai negeri sipil tidak didasarkan pada sistem kepegawaian yang baik.
3.2  Saran
Mengupayakan terciptanya organisasi pembelajar pada birokrasi sehingga setiap perubahan struktur dalam lemabaga tersebut akan diikuti dengan perubahan watak dan budaya sesuai degan agenda reformasi. Dengan kata lain dengan menjadi organisasi pembelajar, birokrasi akan menjadi lembaga adaptif dengan perubahan yang terjadi baik secara secara intern maupun ekstern. Diperlukan pembentukan perangkat hukum berupa Undang-Undang antara lain tentang: administrasi Pemerintah sebagai upaya revolusi bagi perkembangan Hukum Administrasi Negara di Indonesia, sekaliagus sebagai hukum materiil dari Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.